BI mewaspadai risiko disinflasi bertahap akibat konflik geopolitik
Isu yang menjadi perhatian kita adalah proses disinflasi terjadi secara bertahap. Terlebih lagi, dengan terganggunya pasokan barang akibat permasalahan Terusan Suez, hal ini akan menyebabkan disinflasi menjadi lambat sehingga berdampak pada situasi yang lebih tinggi dan berkepanjangan. Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mewaspadai risiko disinflasi bertahap akibat ketegangan geopolitik yang mempengaruhi situasi ketidakpastian perekonomian di tingkat global.“Persoalan yang menjadi perhatian kita adalah proses disinflasi terjadi secara bertahap. Apalagi dengan terganggunya pasokan barang akibat masalah Terusan Suez akan menyebabkan lambatnya disinflasi yang berdampak pada situasi. lebih tinggi lebih lama,” kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi LPPI di Jakarta, Jumat.
Disinflasi adalah situasi dimana tingkat harga naik pada tingkat pertumbuhan yang lebih lambat.
Menurut Destry, kasus Terusan Suez merupakan konflik geopolitik yang dapat berdampak pada perekonomian nasional. Pasalnya, konflik di Timur Tengah telah mengganggu aktivitas distribusi barang sehingga menyebabkan waktu pengiriman menjadi lebih lama sehingga berdampak pada terganggunya pasokan di dalam negeri.
Selain mempengaruhi aktivitas riil, masalah Suez juga berdampak pada tingkat suku bunga, dimana suku bunga yang tinggi diperkirakan akan bertahan lebih lama.
“Ini akan berdampak menghasilkan dari AS obligasi atau obligasi di negara lain yang juga akan tetap cukup tinggi. “Pada akhirnya hal ini menyebabkan indeks dolar AS terus menguat,” kata Destry.
Meski demikian, Destry menyebut Indonesia masih mampu menunjukkan kinerja tangguh yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 yang melebihi 5 persen, tepatnya 5,05 persen. Hal ini menunjukkan perekonomian Indonesia memiliki ketahanan yang cukup baik.