Jamu “Desana Resmi” menjaga kesehatan pedagang dan warga
Desa Dinas kini terus dipoles agar menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.
Banjarbaru (ANTARA) – Mendengar istilah “Desa Dinas”, orang mungkin teringat pada suatu kawasan yang dihuni oleh pejabat negara atau orang-orang penting lainnya yang mempunyai status sosial di masyarakat.Namun Kampung Dinas yang berlokasi di Jalan RO Ulin Gang Baru RT 06 RW 02, Kelurahan Loktabat Selatan, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ternyata merupakan akronim dari Desa Pengolahan Jamu Loktabat.
Usaha jamu menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga Desa Dinas. Kini ada sekitar 60 orang yang memproduksi sendiri dan menjual jamu tradisional ke tiga rukun tetangga (RT) di Kampung Kunci.
Bahkan, 15 orang diantaranya masih setia berjualan dengan cara digendong berjalan kaki atau biasa disebut gendong jamu, sedangkan sisanya berjualan keliling menggunakan sepeda dan ada pula yang menggunakan sepeda motor.
Dalam perkembangannya, kini ada empat orang yang membuka kafe jamu di depan rumah alias sekedar nongkrong tanpa berkeliling menjemput bola dari pelanggan. Salah satu yang membuka kafe jamu tersebut adalah Tarmuji (66) dan keluarganya. Rumahnya tepat di depan sebelah kanan setelah masuk Desa Dinas di Gang Baru.
Tampilan kafenya cukup menonjol dengan desain menarik yang dilengkapi dengan beberapa meja dan kursi sehingga konsumen bisa bersantai sambil menikmati segelas jamu.
Tarmuji termasuk salah satu yang memelopori munculnya penjual jamu di Desa Dinas. Ia memulai bisnis minuman herbal ini pada tahun 1979.
Awalnya, penjual jamu hanya ada empat orang, termasuk dirinya dan istrinya Sukarni (64). Mereka merupakan pendatang asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang mengadu nasib di Kalimantan dan akhirnya menetap di Kota Banjarbaru.
Tarmuji awalnya adalah seorang penjual bakso keliling, dan istrinya yang berprofesi sebagai penjual jamu.
Kemudian kisah sukses Tarmuji dan istrinya terdengar oleh warga di kampung halamannya yang kemudian merantau sehingga pada tahun 1990 terdapat 80 penjual jamu di Desa Dinas saat itu.
Nama Kampung Kunci sendiri mulai digunakan pada tahun 2017 setelah keberadaan penjual jamu di kawasan ini semakin dikenal luas hingga akhirnya dijadikan kawasan desa wisata oleh Pemerintah Kota Banjarbaru. Tarmuji merupakan salah satu pendiri berdirinya kafe jamu di Desa Dinas. ANTARA/Firman
Memasuki generasi kedua
Pionir penjual jamu di Desa Dinas kini mayoritas berusia di atas 50 tahun. Meski usianya tak lagi muda, para penjual jamu tetap semangat menekuni usahanya sambil mulai mewariskan resep kepada anak-anaknya.
Kini tercatat beberapa penjual jamu di Desa Dinas merupakan generasi kedua setelah orang tuanya.
Seperti yang dilakukan Nur Fatimah Rahmawati (21), anak ketiga dari pasangan Tarmuji dan Sukarni.
Dalam kesehariannya, Fatimah menjaga kafe jamu milik orang tuanya. Ia tampak piawai meracik jamu cair yang dipesan pembeli untuk diminum langsung atau dibawa pulang.
Dalam sehari, kafe jamu milik Fatimah memproduksi bahan baku jamu cair sebanyak 2 kilogram, sedangkan bubuk dalam kemasan mencapai 5 kilogram.
Berbagai varian jamu ditawarkan, antara lain racikan beras kencur, kunyit, jahe, kunci sirih, kunyit asam, pahit, bahkan cabai puyang.
Satu gelas jamu cair untuk diminum langsung dijual Rp4 ribu, sedangkan jamu bubuk harganya Rp15 ribu yang bisa disimpan hingga 3 bulan.
Alumni SMAN 1 Banjarbaru ini mengaku banyak belajar membuat ramuan jamu dari ibunya. Fatimah berkomitmen meneruskan usaha jamu orangtuanya sesuai nasehat ibunya untuk melestarikan warisan nenek moyang.
Apalagi dalam bisnis jamu, orang tuanya dinilai sukses secara materi. Dari rezeki herbal tersebut, Tarmuji dan Sukarni pun pernah melaksanakan ibadah umrah.