NEWS

Berita Trending Terupdate

Umum

UGM: Aedes Aegypti mengandung Wolbachia bukan hasil modifikasi genetik

Wolbachia juga tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi penularan horizontal ke spesies lain, dan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.

Peningkatan jumlah nyamuk Aedes Aegypti di area pelepasliaran hanya terjadi pada masa pelepasliaran.

Baca juga: Kemenkes: Penggunaan Wolbachia Tak Berpotensi Menimbulkan Penyakit Baru

Nadia mengatakan, penelitian teknologi Wolbachia dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun pada periode 2011-2023.

Tahapan penelitian terdiri dari tahap feasibility dan safety (2011-2012), tahap pelepasan skala terbatas (2013-2015), tahap pelepasan skala luas (2016-2020), dan tahap implementasi (2021-2022).

“Di dunia, studi Wolbachia Application for Dengue Elimination (AWED) pertama kali dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT), desain dengan standar tertinggi,” ujarnya.

Hasil penelitian AWED menunjukkan bahwa nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung Wolbachia mampu menurunkan kasus DBD sebesar 77,1 persen dan mengurangi rawat inap akibat DBD sebesar 86 persen.

Dari hasil penelitian tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, kata dia, teknologi Wolbachia untuk pengendalian demam berdarah telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group.

Baca juga: Kemenkes siapkan tempat berkembang biak nyamuk wolbachia
Baca juga: Kemenkes: Masyarakat Tak Perlu Khawatir dengan Nyamuk Pembawa Wolbachia
Baca juga: Kementerian Kesehatan akan menyebarkan jentik nyamuk Wolbachia di lima kota sepanjang tahun 2023

Wartawan : Andi Firdaus
Redaksi : M.Hari Atmoko
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *