Studi menemukan 11 masalah kulit utama orang Indonesia
Jakarta (ANTARA) – Riset genom kulit yang dilakukan perusahaan teknologi produk kecantikan PT Paragon Technology and Innovation (ParagonCorp) mengungkap 11 masalah kulit utama spesifik yang paling sering dialami masyarakat Indonesia.“Penelitian genom kulit (skin genome study) merupakan penelitian yang kompleks, di Indonesia penelitian ini merupakan penelitian genomik skala besar pertama pada kulit masyarakat Indonesia,” ujar Global Group Head Brand Development ParagonCorp Alif Kartika dalam talk show di Jakarta X Beauty (JXB ), Jakarta Convention Center, Minggu.
Penelitian dilakukan terhadap 515 subjek (150 laki-laki dan 365 perempuan) yang terdiri dari delapan suku terbesar di Indonesia yaitu Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa masalah kulit yang paling sering dialami masyarakat Indonesia adalah pori-pori yang membesar (pori-pori sebaceous pipi)garis lipatan leher (lipatan leher horizontal)dan garis senyum (lipatan nasolabial).
Baca juga: Kelembapan udara yang tinggi memperburuk keadaan bagi penderita riwayat alergi
Selain itu, ParagonCorp juga mengidentifikasi permasalahan kulit seperti bintik pigmen, kerutan di sudut bibir, leher kendur, kerutan di bawah mata, kantung mata, kerutan di dahi, kerutan interokuler, dan lipatan nasolabial.
Dengan temuan ini, penelitian genom kulit diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme genetik penuaan kulit dan keragaman genetik di berbagai etnis di Indonesia, sehingga memungkinkan pelaku bisnis kecantikan menciptakan produk yang dapat mengatasi permasalahan tersebut di masa depan.
“Dengan menganalisis variasi genetik individu, maka terciptanya produk perawatan kulit akan mampu menyesuaikan dengan beragamnya kebutuhan kulit di Indonesia. Dengan menyesuaikan rutinitas perawatan kulit berdasarkan profil genetik seseorang, kita dapat mengoptimalkan efektivitas dan memenuhi kebutuhan kulit secara spesifik,” ungkapnya. salah satu tim peneliti, Dr. Riris Asti Respati Sp.DV.