Restorasi gambut yang membawa manfaat bagi masyarakat
Namun pada musim hujan hingga musim kemarau sekitar 8 bulan, kedalaman air bisa tertahan 30-40 cm. Ketika air turun melebihi 40 cm, zona akar mulai mengering.
Terbukti pada tahun 2023 ketinggian air turun hingga -70 cm sehingga kawasan gambut di Desa Sempu, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan mulai terbakar. Faktanya, hingga bulan Juli ketinggian air tanah masih di atas 40 cm sehingga lahan tersebut belum mengalami kebakaran.
Berikutnya, kebakaran lahan gambut di kawasan Secepat, Ogan Komering Ilir (OKI), sudah terlihat sejak 15 September 2023. Kebakaran tersebut terkait dengan kondisi air tanah yang berada pada -70 cm di bawah permukaan tanah. Artinya lapisan zona akar (permukaan) kering dan mudah terbakar.
Ke depan, program fisik (pemblokiran saluran) merupakan solusi jangka pendek. Berikutnya, program restorasi gambut harus memperhatikan prinsip kemanfaatan bagi masyarakat sekitar.
Terhadap lahan bekas kebakaran yang terletak di sekitar areal perkebunan, hutan konservasi, atau konsesi yang sudah ditanami tanaman karet oleh masyarakat, perlu dicari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
Intinya, ternyata ada hubungan antara kebakaran dan kemiskinan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang. Penduduk sekitar wilayah tersebut umumnya miskin.
Lahan mereka telah dijadikan hutan tanaman industri atau perkebunan, sedangkan kebutuhan sehari-hari mereka sulit untuk dipenuhi sehingga banyak juga dari mereka yang menjadi buruh kasar di perusahaan-perusahaan tersebut.
Padahal mereka semua juga mempunyai impian untuk hidup sejahtera, menyekolahkan anak, dan memiliki rumah yang layak. Bagi mereka, tak ada cara lain untuk mengadu nasib dengan membuka taman kecil di atas lahan yang terbakar.
Agro Kehutanan
Alternatif agroforestri dapat dikembangkan sebagai solusi. Hal ini tentunya diawali dengan diskusi dan musyawarah dengan warga sekitar di setiap desa yang rawan kebakaran.
Semua pihak harus mendengar kesulitan hidupnya sehingga dapat membantu memberikan solusi bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Mereka harus bisa mencari tambahan (pendapatan) harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Pola kemitraan dan bantuan harus dikembangkan di wilayah yang sering terjadi kebakaran setiap tahunnya.
Restorasi juga harus membuka peluang usaha masyarakat dan kemitraan dengan pihak swasta (perkebunan atau HTI). Pola agroforestri seperti tumpang sari antara karet dan nanas sangat digemari masyarakat.
Bagi daerah yang masyarakatnya berbatasan, mitra bisa lebih akomodatif dalam memilih komoditas. Selama ini karet sudah dikonversi menjadi tanaman HTI sehingga komoditas tersebut bisa dibudidayakan.
Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari, petani bisa melakukan tumpang sari dengan menanam sayur mayur, nanas, dan jahe merah. Di kedua sisi lahan Anda bisa menanam pinang untuk menghasilkan pendapatan tahunan.
Perekonomian masyarakat membaik jika tercipta peluang untuk memperoleh pendapatan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Jika tidak, kebakaran lahan akan sulit dicegah karena di daerah tertentu kehidupan masyarakat masih sangat bergantung pada alam.
Seluruh bangsa harus tetap mendukung program restorasi meskipun pelaksanaannya memerlukan konteks di lapangan. Potensi keresahan sosial yang mungkin timbul akibat program tidak memperhatikan kondisi sosial dan lingkungan harus diantisipasi. Semua pihak berharap restorasi gambut berbasis masyarakat dapat terwujud.
*) Prof. Dr. Momon Sodik Imanudin, SP, M.Si (dosen Universitas Sriwijaya) dan Dr. Destika Cahyana, SP, M.Si (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional).
HAK CIPTA © ANTARA 2023