NEWS

Berita Trending Terupdate

UmumUnik

Pentingnya “soft skill” pada anak untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja

Keempat, keterampilan berpikir kritis. Hidup di era digital seperti sekarang menjadi momentum bagi orang tua untuk mengajarkan anak berpikir kritis, misalnya ketika mendapat informasi yang meragukan dari media sosial, dorong anak untuk mengecek informasi lain agar anak tidak mudah terbawa dalam perilaku reaktif karena tidak bersikap kritis terhadap informasi yang mereka terima. .

Kelima, mengajak anak mengeksplorasi ide-ide yang berkembang mengenai suatu hal. Prinsip ini bisa diambil dari fenomena yang terjadi di sekitar kita, misalnya saja seorang wirausaha yang selalu menemukan ide-ide baru dalam mengembangkan produknya. Fakta tersebut dijadikan bahan oleh orang tua untuk mendorong anak agar selalu memikirkan ide-ide pembangunan.

Contoh lain, misalnya ketika mengerjakan pekerjaan rumah (PR) membutuhkan penggaris, namun penggaris yang dicari tidak ditemukan, orang tua bisa mengemukakan ide agar anaknya menggunakan sampul buku yang tebal dan alat lainnya. Intinya, anak perlu dibiasakan untuk berpikir bahwa selalu ada jalan keluar dari setiap permasalahan yang kita hadapi.

Keenam, mempertimbangkan risiko dari seluruh keputusan yang dipilih. Untuk merasakan risiko apa saja yang akan dihadapi dari setiap keputusan, anak membutuhkan pengalaman langsung dan bukan sekedar pengetahuan. Misalnya, saat anak sedang malas mengerjakan tugas sekolah di rumah, hingga sesekali meninggalkan keputusan yang harus diambil oleh anak, orang tua bisa saja mengingatkan bahwa semua itu ada risikonya, seperti dimarahi guru. Setelah mengalami risiko tersebut, orang tua bisa masuk ke dalam pikiran anaknya dan berdiskusi bahwa tidak mengerjakan tugas sekolah membuat anak tidak nyaman.

Untuk menguji apakah anak memahami risiko dari tindakannya, sesekali biarkan anak bercanda ketika ia tidak ingin mengerjakan tugas. Anak yang sudah memahami risikonya pasti tidak akan mau dan lebih memilih melakukan pekerjaan tersebut.

Terakhir, ajarkan anak untuk bekerja dalam tim. Langkah ini bisa dilakukan oleh orang tua dengan membuat mainan anak, misalnya dari karton bekas. Belajar bekerja dalam tim juga menjadi kesempatan bagi orang tua untuk lebih dekat dengan anaknya.

Secara psikologis, segala hal yang berkaitan dengan pembinaan soft skill harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga menjadi karakter anak sebagai bekal utama untuk menjalani kehidupan yang bahagia dan tenteram.

Pertemuan dengan para orang tua di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat ini difasilitasi oleh organisasi Save the Children Indonesia yang peduli terhadap tumbuh kembang anak, baik melalui pengasuhan di rumah maupun di sekolah.

Program Manager Skills to Success Save the Children Indonesia Evie Woro Yulianti menyatakan, materi tentang soft skill juga menjadi perhatian sejumlah negara di dunia untuk membantu anak tumbuh dan berkembang secara maksimal.

Khusus untuk Indonesia, kata dia, orang tua tidak bisa mengawasi anaknya selama 24 jam terus menerus di era dunia digital, sehingga soft skill ini memiliki arti penting bagi orang tua dalam mendampingi anaknya.

Diharapkan dengan kesadaran orang tua dalam membekali anaknya dengan keterampilan non teknis tersebut, anak dapat tumbuh mandiri dan mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk berprestasi.

Redaktur: Achmad Zaenal M
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *