Pekerja seni meminta aturan tembakau dalam RPP Kesehatan ditinjau ulang
“(Penyusunan regulasi tembakau di RPP Kesehatan) sepertinya tidak melibatkan banyak pihak. Dampaknya luas, jadi jangan hanya bertanya pada satu pihak. Coba tanyakan pada pelaku industri dan pihak yang terkena dampak, seperti pekerja seni. , petani, pedagang, bahkan perokok sendiri, semua pasti ditanya,” kata Kamal.
Komika lain yang hadir dalam acara tersebut, yakni Yadi Badot, juga mempertanyakan implementasi dan pengawasan penerapan aturan tembakau di RPP Kesehatan jika disahkan.
Sebab, kata dia, ada beberapa rencana pelarangan yang beberapa di antaranya tidak masuk akal dari segi pengawasan, seperti larangan penjualan eceran rokok dan larangan memajang produk tembakau di tempat penjualan.
“Selain komika, saya juga seorang petani. Kalau setelah bertani saya merokok, lalu tiba-tiba petugas bertanya kepada saya, ‘Rokoknya beli di mana? Beli eceran ya?’ “Itu seperti produk terlarang,” ujarnya.
Tak hanya komika, musisi asal Bandung, Sarah Saputri, juga tidak setuju dengan aturan tembakau yang tertuang dalam RPP Kesehatan. Ia menyatakan RPP Kesehatan dinilai mengancam keberlangsungan karir pekerja seni.
Jadi, kalau tidak dibiarkan lagi, pasti akan menghambat industri kreatif, subsektor musik di Indonesia. Ingat, dampaknya juga pasti lebih besar, bukan hanya untuk musisinya saja, kata penyanyi yang piawai memainkan harmonika itu.
Untuk itu, Sarah meminta pemerintah lebih bijak dan mengkaji ulang aturan tembakau dalam RPP Kesehatan, terutama dampak negatifnya bagi jutaan masyarakat dari berbagai profesi, jika RPP Kesehatan disahkan.
Reporter : Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Hak Cipta © ANTARA 2024