Mengingat efektivitas pesan kuat ASEAN terhadap junta Myanmar
Indonesia melihat rasa saling percaya mulai muncul antara satu pemangku kepentingan dengan pemangku kepentingan lainnya, kecuali dengan junta militer.
Jakarta (ANTARA) – Awalnya Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir yang melontarkan pernyataan tegas kepada junta Myanmar yang menurutnya menghambat inisiatif perdamaian di negara yang sudah dilanda perang saudara brutal itu.“Kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut tanpa langkah tegas dan efektif melawan junta,” kata Zambry di Jakarta awal pekan ini.
Sehari kemudian, pada 5 September, Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan bahwa junta tidak bisa dipercaya dalam mencari solusi damai di Myanmar.
“Indonesia melihat mulai muncul rasa saling percaya antara satu pemangku kepentingan dengan pemangku kepentingan lainnya, kecuali junta militer,” kata Jokowi saat membuka sesi retret KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, seraya mengungkapkan bahwa Indonesia telah melakukan lebih dari 145 perjanjian dengan 70 pemangku kepentingan Myanmar. .
Kemudian, di hari yang sama, sambil menekankan konsistensinya terhadap Konsensus Lima Poin untuk solusi damai di Myanmar, ASEAN memutuskan Filipina sebagai ketua ASEAN 2026 sehingga melewatkan Myanmar yang seharusnya menjadi ketua pada tahun itu.
Kepemimpinan ASEAN ditugaskan berdasarkan abjad secara bergilir (Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam). Tahun depan, Laos akan menjadi ketua ASEAN.
Ini merupakan pesan terkuat ASEAN kepada junta yang dalam dua tahun terakhir tidak terlibat dalam kegiatan formal organisasi regional tersebut.
Namun, segelintir anggota ASEAN masih bertekad untuk memberi angin kepada junta, seperti Kamboja ketika menjadi Ketua ASEAN tahun lalu, dan Thailand yang berulang kali menyabotase konsensus ASEAN di Myanmar, bahkan ketika Indonesia diketuai.
Thailand, khususnya angkatan bersenjatanya, menjadi salah satu faktor yang membuat Myanmar tidak loyal terhadap konsensus yang telah disepakati dengan ASEAN.
Junta yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi tak tergoyahkan meski semakin berlumuran darah rakyatnya sendiri akibat konflik yang berubah menjadi perang saudara.
Min Aung Hlaing tetap memegang teguh Myanmar. Junta semakin tidak inklusif dan tampaknya hanya memahami kekerasan bersenjata.
Karena ambivalensi sejumlah negara
Yang sangat disayangkan, semua itu terjadi karena ambivalensi sejumlah negara yang berperan penting dalam penyelesaian krisis Myanmar.
Sikap negara-negara tersebut membuat junta memandang ASEAN seperti “anjing menggonggong kafilah, terus berjalan”. Mereka tahu ASEAN tidak bisa bertindak terlalu jauh, apalagi menjatuhkan sanksi.
Junta tahu pasti bahwa sejumlah negara membutuhkannya karena mereka menginginkan status quo daripada situasi baru yang belum tentu menguntungkan negara-negara tersebut.
Junta mengetahui bahwa sejumlah negara tampaknya setuju dengan sikap ASEAN, namun di lapangan mereka secara aktif mendukungnya, termasuk dengan memasok senjata.
Ringkasnya, pada 26 Januari 2023, kelompok hak asasi manusia Justice for Myanmar mengungkapkan bahwa 22 pemerintah asing, 26 organisasi antar pemerintah, 8 lembaga keuangan asing, dan 8 organisasi internasional lainnya, aktif memberikan bantuan politik dan keuangan kepada junta.
Di antara negara-negara yang paling terbuka adalah Rusia, Tiongkok, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand, yang semuanya mengakui pemerintahan junta di Myanmar. Beberapa di antaranya memasok senjata kepada junta, termasuk India yang merupakan negara demokrasi terbesar di dunia.
Menurut laporan PBB pada 25 Mei 2023, sejak junta menguasai Myanmar pada Februari 2021, perusahaan India telah mengirimkan senjata senilai US$51 juta (Rp781 miliar) ke junta Myanmar.
Laporan PBB juga menyebutkan bantuan militer dari India digunakan untuk pengintaian dan meningkatkan kemampuan artileri dan rudal junta Myanmar.