Melindungi hutan mangrove di Teluk Youtefa Jayapura dengan strategi 3M
Jayapura (ANTARA) – Luas hutan bakau di Teluk Youtefa, Kota Jayapura, Papua, kini semakin berkurang sehingga bisa menimbulkan ancaman bagi masyarakat dari abrasi dan gelombang pasang jika tidak dilakukan upaya pelestarian. Berkurangnya hutan mangrove di Kota Jayapura disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembukaan lahan dan penggunaan kayu mangrove untuk bahan bakar. Sekitar 1,3 hektar hutan bakau tandus telah ditebang.
Hasil penelitian Universitas Cenderawasih (Uncen) menunjukkan luas hutan bakau di Teluk Youtefa berkurang menjadi 281,12 hektar dalam 50 tahun terakhir.
Sejak tahun 2019, kegiatan pembangunan di sekitar hutan mangrove terus meningkat, diikuti dengan dibukanya kawasan hutan mangrove di dekat lokasi wisata, tempat usaha, dan pemukiman.
Padahal, hutan mangrove memiliki fungsi penting untuk melindungi pantai dari abrasi dan gelombang besar serta menjadi habitat berbagai biota laut seperti kerang dan ikan.
Saat ini baik pemerintah, TNI-Polri maupun masyarakat dan komunitas pemerhati lingkungan mulai gencar mengkampanyekan pentingnya hutan mangrove di kawasan Teluk Youtefa bagi kelangsungan hidup manusia.
Untuk menjaga dan melindungi hutan mangrove di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI gencar melakukan sosialisasi dan penanaman pohon mangrove.
BRGM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, pada Rabu (7/2), dalam rangka Hari Lahan Basah Sedunia, menanam 300 bibit pohon mangrove di Teluk Youtefa di lahan seluas 1.000 meter persegi atau 0,1 hektar. Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia yang jatuh pada tanggal 2 Februari ini mengambil tema “Lahan Basah dan Kesejahteraan Manusia”.
Lahan basah dalam arti luas meliputi ekosistem air tawar dan laut serta pesisir seperti seluruh danau dan sungai, akuifer bawah tanah, rawa dan rawa, padang rumput basah, lahan gambut, oasis, muara, delta dan dataran pasang surut, hutan bakau dan daerah pesisir lainnya, terumbu karang. terumbu karang, dan segala tempat yang dibuat oleh manusia seperti kolam, sawah, waduk dan tambak garam.
Lahan-lahan ini sangat penting bagi manusia dan alam mengingat nilai ekosistemnya, termasuk kontribusinya terhadap aspek lingkungan, iklim, ekologi, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi dan estetika dalam pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan manusia.
Strategi 3 M
Untuk merehabilitasi hutan mangrove, BRGM bersama pihak terkait melakukan berbagai upaya pelestarian hutan mangrove tersebut dengan menerapkan strategi 3M yaitu Pulihkan, Perbaiki dan Jaga.
Memulihkan dan memperbaiki berarti menanam dengan melibatkan masyarakat. Kemudian, menjaga kondisi baik dan melindungi hutan bakau dengan membangun pemecah gelombang di kawasan yang berpotensi mengalami kerusakan.
Strategi 3M merupakan pilihan tepat bagaimana hutan mangrove tetap menjadi ‘sabuk pengaman’ dalam mengurangi banjir dan abrasi air laut. Strategi tersebut harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat, salah satunya dengan membangun desa mandiri yang peduli terhadap mangrove.