Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas merupakan sistem pemilu yang dilaksanakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sistem ini menganut asas mayoritas, dimana calon yang memperoleh suara terbanyak akan menjadi pemenangnya.
Dalam sistem ini, pemilih akan memilih calon atau partai politik, dan pemenangnya ditentukan berdasarkan siapa yang memperoleh suara terbanyak. Misalnya dalam pemilihan presiden, calon yang memperoleh suara terbanyak akan memenangkan pemilu dan menjadi presiden.
Sistem pemilu ini mempunyai keunggulan dalam memberikan stabilitas politik, karena pemenangnya akan memperoleh suara mayoritas yang kuat. Namun sistem ini juga rentan terhadap polarisasi politik dan mengabaikan suara minoritas.
Di Indonesia, sistem ini diterapkan dalam pemilihan presiden dan legislatif. Namun, negara juga menerapkan sistem proporsional dengan sistem daftar partai untuk mengakomodasi keberagaman suara dan memastikan keterwakilan minoritas.
2. Sistem Proporsional
Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka. Sistem pemilu proporsional merupakan suatu metode pemilihan umum yang mana partai politik memperoleh jumlah kursi parlemen sebanding dengan jumlah suara yang diperolehnya. Artinya, jika suatu partai politik memperoleh 30% suara dalam suatu pemilu, maka partai tersebut akan memperoleh sekitar 30% kursi di parlemen.
Sistem ini memungkinkan beragam pandangan politik terwakili di parlemen, karena tidak hanya partai besar dengan suara terbanyak yang akan mendapat kursi di parlemen. Hal ini juga mendorong terbentuknya koalisi antar partai politik untuk membentuk pemerintahan yang stabil.
Dalam sistem pemilu proporsional, ada beberapa metode penghitungan suara yang digunakan, seperti metode Sainte-Laguë atau metode D’Hondt yang bertujuan untuk membagi kursi secara adil sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh masing-masing partai politik.
Meskipun sistem pemilu proporsional memiliki kelebihan karena mewakili keberagaman pandangan politik, sistem ini juga memiliki kelemahan seperti memungkinkan terbentuknya pemerintahan koalisi yang sulit dicapai kesepakatan, dan mungkin memerlukan waktu yang lama dalam proses pembentukan pemerintahan.
3. Sistem Campuran
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokrasi dalam menentukan pemimpin atau wakil rakyat di suatu negara. Sistem pemilu campuran merupakan gabungan antara sistem pemilu proporsional dan sistem pemilu mayoritas.
Dalam sistem campuran, pemilih mempunyai dua suara, satu untuk memilih calon perseorangan di tingkat lokal atau distrik, dan satu lagi untuk memilih partai politik di tingkat nasional. Hasil dua suara tersebut akan digabungkan untuk menentukan pembagian kursi di parlemen.
Sistem pemilu campuran memungkinkan adanya kombinasi keterwakilan individu dan keterwakilan partai politik. Hal ini memungkinkan terbentuknya parlemen yang lebih inklusif dan mewakili beragam suara di masyarakat.
Dengan adanya sistem campuran diharapkan dapat tercipta stabilitas politik yang lebih baik, serta memperkuat sistem multipartai dan memperkuat hubungan antara pemilih dan wakil rakyat. Namun, sistem campuran juga memerlukan pemahaman dan partisipasi aktif dari para pemilih untuk memastikan keberhasilan penerapannya.