Kepala BRIN tawarkan skema penelitian bersama ke negara Belt and Road
Chongqin (ANTARA) – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menawarkan skema pendanaan penelitian kolaboratif kepada negara-negara peserta kerja sama Belt and Road Initiative (BRI).“Kami membuat platform riset sendiri yang terbuka, platform yang bisa digunakan oleh siapa saja yang ingin mendukung riset, baik dalam pengadaan sumber daya manusia maupun infrastruktur riset. Semua pihak diundang dan bisa berkolaborasi dalam kerja sama jangka panjang baik dalam kerangka Inisiatif Belt and Road dan bilateral secara internasional,” kata Laksana Tri Handoko dalam sidang pleno Belt and Road Conference on Science and Technology Exchange di Chongqing, China, Senin.
Belt and Road Conference on Science and Technology Exchange yang pertama dengan tema “Together for Innovation, Development for All” berlangsung di Chongqing, Tiongkok pada tanggal 6-7 November 2023. Konferensi tersebut merupakan salah satu kelanjutan kerja sama dari Belt and Road Forum yang akan diselenggarakan di Beijing pada 17-18 Oktober 2023 yang juga dipandu oleh Presiden Joko Widodo.
Menurut Handoko, lembaga yang dipimpinnya merupakan lembaga penelitian negara termuda di dunia karena baru didirikan 2,5 tahun setelah mengintegrasikan 49 lembaga termasuk Kementerian Riset dan Teknologi, empat lembaga penelitian utama di Indonesia ditambah 44 unit penelitian dan penelitian di berbagai negara. kementerian/lembaga.
“Secara umum kami mempunyai tiga peran utama. Pertama, kami bertanggung jawab sebagai pengambil kebijakan di bidang iptek di Indonesia, namun kami juga merupakan lembaga pelaksana penelitian karena kami memiliki peneliti sendiri di berbagai bidang,” kata Handoko.
BRIN dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 yang mengintegrasikan seluruh lembaga penelitian di Indonesia. Integrasi dilakukan terhadap sumber daya penelitian yaitu sumber daya manusia, infrastruktur dan anggaran.
“Setelah mengintegrasikan seluruh sumber daya terkait kegiatan penelitian, kami juga melakukan restrukturisasi skema pendanaan dan membaginya menjadi tiga program,” tambah Handoko.
Yang pertama adalah pertukaran sumber daya melalui program penelitian masyarakat, yang kedua adalah pembuatan panduan penelitian, dan yang ketiga adalah hadir dengan berbagai kegiatan penelitian dan inovasi termasuk memelihara dan mengoperasionalkan perangkat penelitian yang sebelumnya dimiliki oleh berbagai lembaga penelitian.
“Jadi kami sepakat bahwa apa pun yang berkaitan dengan kolaborasi global, kami harus menyediakan platform bagi masyarakat untuk terlibat dalam interaksi tersebut karena kolaborasi paling efektif ketika ada pertemuan peneliti. Dalam hal ini, kami memiliki program penelitian dan kami menawarkan kesempatan terbuka skemanya bagi siapa saja mulai dari generasi muda mahasiswa hingga profesor untuk datang ke pusat penelitian kami,” jelas Handoko.
Menurut Handoko, skema pendanaan penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pendanaan yang sering menjadi kendala dalam melakukan penelitian karena dana yang tidak mencukupi.
“Jadi dengan mengkonsolidasikan seluruh sumber daya dan memastikannya dalam satu pengelolaan, kami menyadari bahwa biaya penelitian bisa sangat rendah dibandingkan pendanaan pada sistem sebelumnya,” tambah Handoko.
Ia berharap skema penelitian ini dapat mendatangkan banyak peneliti dunia ke Indonesia dan juga peneliti Indonesia ke berbagai lembaga penelitian lainnya.