NEWS

Berita Trending Terupdate

UmumUnik

Tantangan kurikulum kewirausahaan menyambut baik bonus demografi

Tentu saja P5 dengan tema wirausaha atau wirausaha mampu membawa potensi lokal, tidak hanya menggoncang nasional, namun menjadi komoditas yang menggoncang global.

Selain P5, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program kewirausahaan mandiri untuk mendukung penuh terciptanya mahasiswa wirausaha di Indonesia.

Ketiga, pola pelaksanaan kurikulum kewirausahaan bersifat simultan, dalam arti dapat bersifat kolaboratif atau bekerja sama.

Kolaborasi artinya kurikulum antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan lainnya membentuk suatu jaringan dan bersifat sinergis.

Sedangkan “bekerja sama” artinya satuan pendidikan dan satuan pendidikan sama-sama menerapkan kurikulum kewirausahaan, meski tidak ada koneksi atau jaringan.

Pada akhirnya kedua pola kebersamaan tersebut bertujuan untuk menciptakan percepatan konstruksi dan transformasi sosial kewirausahaan.

Keempat, guru, siswa dan pemangku kepentingan kurikulum kewirausahaan berpikir terbalik. Artinya cara berpikirnya bertolak belakang dengan cara berpikir kebanyakan orang.

Jika masyarakat awam melihat botol bekas sebagai sampah, maka pengusaha dalam kurikulum kewirausahaan melihatnya sebagai peluang untuk mendapatkan rupiah.

Jika masyarakat awam mengeluhkan kondisi masyarakatnya, maka pihak pelaksana kurikulum kewirausahaan justru bangga dengan kondisi masyarakatnya.

Pola pikir terbalik ini mendorong perubahan sosial “to lead” dan bukan “to be lead” (pengikut). Logikanya sederhana, ketika ingin mengubah hal biasa menjadi luar biasa, harus berpikir out of the box alias terbalik.

Pemikir terbalik akan menjadi pemimpin (memimpin), sedangkan pemikir umum akan menjadi pengikut (memimpin).

Jika orang awam berpikir untuk menunda-nunda, mengeluh, pesimis, menyalahkan sana sini, maka pola pikir wirausaha adalah memulainya dari sekarang, bangga, optimis, dan selalu mencari solusi.

Kelima, mulailah mengubah kurikulum kewirausahaan ini dengan 3 M (mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai sekarang).

Gerakan 3 M ini akan mendorong spiral perubahan yang semakin luas. Kalau awalnya hanya berupa titik kecil, berbentuk spiral kecil, namun bila titik tersebut berputar terus menerus tanpa henti pasti akan semakin besar.

Kelima tantangan kurikulum kewirausahaan di atas bersifat kolaboratif dan simultan untuk menghasilkan perubahan sosial yang benar-benar optimal dalam menyongsong bonus demografi.

Dengan menangkap kelima tantangan tersebut, lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional dengan target terciptanya satu juta wirausaha baru pada tahun 2024, kami optimis upaya tersebut dapat terwujud.

*) Sugiarso adalah Koordinator Program Jembatan Papua di PT Freeport Indonesia, mahasiswa S3 Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

HAK CIPTA © ANTARA 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *