NEWS

Sejarah Rohingya dan Penyebab Konflik Etnis di Myanmar

Sejarah Rohingya dan Penyebab Konflik Etnis di Myanmar

1. Statusnya Berbeda

Perlakuan diskriminatif terhadap etnis Rohingya antara lain disebabkan oleh perbedaan status mereka. Salah satu akar permasalahannya adalah status etnis Rohingya yang masih dianggap sebagai imigran ilegal di Myanmar. Pemerintah Myanmar juga tidak mengakui mereka dan tidak memberikan status kewarganegaraan kepada mereka. Akibat tidak memiliki kewarganegaraan, masyarakat Rohingya tidak dapat mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak.

Pemerintah Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan kelompok etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim tersebut bukanlah kelompok etnis yang ada di Myanmar sebelum Myanmar merdeka pada tahun 1948. Hal ini kembali ditegaskan oleh Presiden Myanmar, Thein Sein pada tahun 2012, dimana tidak mungkin bagi Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan kepada kelompok tersebut. Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dan pelintas batas dari Bangladesh.

Sejak Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 1982 diterapkan di Myanmar, kelompok etnis yang diakui sebagai warga negara adalah mereka yang telah lama berada di Myanmar sebelum pendudukan kolonial Inggris pada tahun 1824. Tercatat ada 135 kelompok etnis, namun etnis Rohingya Bengali tidak termasuk. di dalamnya.

Latar belakang heterogenitas etnis tidak hanya menjadi penyebab terjadinya konflik antar etnis, namun juga disebabkan oleh kesenjangan ekonomi, agama, superioritas etnis, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, terutama kebijakan yang mengandung unsur etnis (memberikan hak istimewa pada etnis tertentu).

2. Kecemburuan Etnis Rakhine terhadap Etnis Rohingya

Penyebab konflik etnis di Myanmar selanjutnya adalah kecemburuan etnis Rakhine terhadap etnis Rohingya. Pasalnya, populasi etnis Muslim Rohingya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya dianggap sebagai sesuatu yang terus meresahkan mereka.

Kehadiran etnis Rohingya dinilai mengurangi hak atas tanah dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine, yang menjadi pusat kehidupan etnis Muslim Rohingya. Eksistensi etnis Rohingya di Provinsi Rakhine semakin terancam dengan adanya tindakan sewenang-wenang seperti penjarahan, perusakan rumah, pembakaran masjid dan pemerkosaan.

Kelompok etnis Rohingya yang banyak menjadi korban perampasan tanah, melampiaskan kekecewaannya kepada kelompok etnis Rakhine yang jauh lebih dilindungi oleh pemerintah. Sejak saat itu, tingkat kebencian antara Muslim Rohingya dan etnis Rakhine semakin meningkat dan konflik keduanya kerap menimbulkan kerusakan dan pertempuran berkepanjangan di Provinsi Rakhine.

Exit mobile version