Daya ledaknya juga dicermati, apakah rendah (low), menengah (sedang), atau tinggi (tinggi)Jakarta (ANTARA) – Polisi melarang warga bermain petasan, khususnya pada bulan suci Ramadhan 1445 Hijriah karena bisa dikenakan sanksi pidana, apalagi jika petasan tersebut menimbulkan kebakaran sehingga menimbulkan korban jiwa.
“Ada ancaman pidana bagi pelaku yang bermain petasan. Ancaman pidana berdasarkan daya ledak yang ditimbulkan petasan tersebut,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kompol Nicolas Ary Lilipaly saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.
Selama ini, lanjutnya, orang yang bermain petasan biasanya dijerat dengan tindak pidana ringan (tipiring). Namun karena daya ledak petasan yang menimbulkan kebakaran, berpotensi dijerat hukum pidana.
Nicolas mengatakan, petasan yang memiliki daya ledak besar pun bisa dikategorikan bahan peledak berbahaya.
“Tetapi daya ledaknya juga dilihat, apakah rendah, sedang, atau tinggi. Apakah merusak atau tidak,” jelasnya.
Polres Metro Jakarta Timur juga telah melakukan razia petasan pada awal bulan suci Ramadhan di kawasan Jatinegara.
“Razia petasan sudah kami lakukan bersama petugas gabungan termasuk dari Kecamatan Jatinegara. Kami menggeledah lokasi-lokasi yang terindikasi tempat penjualan petasan, namun tidak membuahkan hasil,” ujarnya.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto melarang sejumlah kegiatan menjelang dan selama Ramadhan 1445 Hijriah melalui surat keputusan nomor: mak/0/III/2024 pada 13 Maret 2024.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kompol Ade Ary Syam Indradi di Jakarta, Rabu, menjelaskan pengumuman tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
“Untuk mengantisipasi penyalahgunaan kegiatan masyarakat sehingga dapat mengganggu aktivitas masyarakat, maka sejumlah kegiatan dilarang,” ujarnya.
Kegiatan yang dilarang pertama adalah kegiatan konvoi kendaraan sebagaimana tercantum dalam pasal 134 huruf g Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kedua, kegiatan bermain petasan atau kembang api sesuai Undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951, ujarnya.
Sanksi selanjutnya adalah melarang kegiatan berkumpul atau berkerumun saat menunggu waktu berbuka puasa dan sahur yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Gangguan yang terjadi antara lain balap liar dan tawuran, kata Ade Ary.
Wartawan : Syaiful Hakim
Redaktur: Ganet Dirgantara
Hak Cipta © ANTARA 2024