NEWS

Petualangan Srini Maria, Guru Petani dari Lereng Merapi

Petualangan Srini Maria, Guru Petani dari Lereng Merapi


Desa Sengi termasuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) II Gunung Merapi. Kawasan ini kemungkinan akan terkena dampak awan panas, aliran lahar, lemparan batu, longsoran, dan hujan abu lebat saat terjadi letusan.

Pada tanggal 26 Oktober 2010 terjadi letusan Merapi. Sengi yang berada di lereng Merapi menjadi desa yang paling terdampak. Seluruh lahan pertanian lumpuh seketika.

“Pada tahun 2010 tidak ada apa pun yang bisa dilihat di sini. Tidak ada satu pun tanaman yang hidup. “Jika petani ingin bangkit, maka dari awal,” kata Srini.

Dari tragedi tersebut, Srini mulai menggeliat. Diawali dengan membuka sekolah lapang di Desa Sengi. Sekolah lapangan merupakan suatu pendekatan pendidikan pertanian yang menekankan pembelajaran langsung di lapangan atau di lokasi pertanian. Ini melibatkan praktik langsung, pelatihan, dan demonstrasi teknik pertanian kepada petani langsung di lokasi pertanian mereka.

“Saat sekolah lapang, saya berbagi cara membuat pupuk dan pestisida tanpa bahan kimia alias organik. “Jadi lebih ramah lingkungan dan sayuran lebih sehat,” jelas Srini.

Saat itu, Srini memperkenalkan komoditas kacang Perancis atau dikenal juga dengan sebutan baby beans. Memiliki ciri-ciri seperti bijinya kecil dan teksturnya lembut, serta ukurannya lebih kecil dibandingkan kacang hijau matang. Kacang Perancis seringkali memiliki warna hijau cerah dan bentuk yang panjang dan ramping.

Awalnya Srini mencoba menanamnya sendiri di lahan seluas 400 m². Satu kilogram baby bean bisa dihargai hingga Rp 10.000. Dari lahan tersebut, Srini bisa mengirimkan hasil panen pertamanya sebanyak 25-30 kg baby bean ke Singapura melalui pengepul sayur di Semarang. Saat hasilnya terlihat, wanita lain pun ikut tertarik.

“Biasanya kalau mau latihan sama orang lain, saya coba dulu. “Saya mencobanya dulu, akhirnya ibu saya menyuruh saya menanamnya,” kata Srini.

Setiap kali panen, KWT Merapi Asri mampu memanen 100 kg biji kopi per hari. Harga baby bean yang lebih mahal dibandingkan buncis biasa membuat Srini dan ibu-ibu di desanya mendapat untung besar.

Selain baby beans, Srini juga sempat menanam berbagai sayuran elit lainnya seperti peterseli, rosemary, bahkan bit. Pengetahuan tentang pertanian organik, peluang ekspor, dan perluasan komoditas tersebut dapat membantu warga Sengi untuk pulih dari dampak letusan Merapi. Kehadiran KWT Merapi Asri membuat petani perempuan di Sengi bisa mengembangkan produk pertaniannya lebih baik lagi.

“Dulu mereka masih menanam tanaman konvensional, tidak punya ilmu. Sekarang sudah ada ilmunya, berarti lebih banyak hasil. Misalnya dulu hanya beberapa kilo, sekarang bisa dua kali lipat, pungkas Srini.

Exit mobile version