Pengusaha muda di Bali menilai pariwisata memerlukan keringanan pajak
Denpasar (ANTARA) – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali menilai pelaku usaha pariwisata masih membutuhkan keringanan pajak karena industri belum pulih sepenuhnya pasca terdampak pandemi COVID-19.Bendahara Umum Hipmi Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih di Denpasar, Minggu, menjelaskan relaksasi pajak di sektor pariwisata diperlukan mengingat kenaikan tarif pajak jasa hiburan mencapai 40 persen di Bali.
“Kebijakan ini bukanlah alternatif yang tepat. Seharusnya ada keringanan pajak dan peningkatan belanja pemerintah,” ujarnya.
Pengusaha muda asal Kabupaten Buleleng ini menambahkan, relaksasi pajak juga diperlukan karena pariwisata di Pulau Dewata juga bersaing dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Thailand yang juga berhasil merebut hati wisatawan setelah sektor pariwisata mulai membaik.
Baca juga: Menparekraf Sedang Kaji Apakah Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Bisa Direvisi?
Thailand, lanjutnya, saat ini sedang melakukan pengurangan pajak pariwisata hingga lima persen.
Sementara di Bali, tambahnya, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya jasa hiburan, mengalami kenaikan yang dinilai memberatkan.
Apalagi, wisman juga harus menyiapkan dana tambahan terkait rencana retribusi sebesar Rp150 ribu per orang atau setara 10 dolar AS pada 14 Februari 2024.
Pengusaha muda yang mengelola lini bisnis wine, kuliner, dan periklanan ini menambahkan, kenaikan tarif pajak berdampak pada pelaku pariwisata, khususnya UMKM.