NEWS

Pencalonan mantan narapidana PKPU dibatalkan Mahkamah Agung

PKPU pencalegan mantan terpidana dianulir MA 

KPU juga perlu mengkaji “kesalahan” penyelenggara pemilu periode sebelumnya dalam menyusun rancangan PKPU agar tidak selalu merevisi aturan pesta demokrasi di tengah tahapan pemilu.

Semarang (ANTARA) – Pertimbangan dalam produk hukum pemilu Pemilu 2024 sama dengan aturan pesta demokrasi tahun 2019, khususnya ketentuan mengenai persyaratan administrasi calon calon legislatif.Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang (UU Penetapan Perpu Pemilu), tidak mengubah Pasal 182 huruf g dan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g, calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi syarat tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh izin tetap. kekuatan hukum untuk melakukan tindak pidana. diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur ​​menyatakan kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan adalah mantan narapidana.

Namun dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023), terdapat Pasal 11 ayat (6) yang menyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku apabila ditentukan lain oleh hakim. keputusan pengadilan yang telah dibuat. memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Begitu pula dalam PKPU 11/2023 tentang Perubahan Kedua atas PKPU 10/2022 tentang Pencalonan Perorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), terdapat Pasal 18 ayat (2) yang menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Aturan main kedua PKPU tersebut kemudian diuji oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Persatuan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang, dan Abraham Samad di Mahkamah Agung (MA).

Mereka mengajukan permohonan uji materi Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 terhadap Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7/2017 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUUXX/2022, dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tentang Pasal 182 huruf g UU Pemilu jo. Putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Majelis hakim MA yang diketuai oleh Dr. H. Yulius, SH, MH dalam Putusan Nomor 28 P/HUM/2023 pada Jumat, 29 September 2023 mengabulkan permohonan keberatan pemohon hak peninjauan kembali untuk seluruhnya.

Putusan tersebut menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum jo. Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022.

Putusan MA akhir September 2023 juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 182 huruf g UU No. 7/2017 jo. Putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Majelis hakim MA juga menyatakan, seluruh petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan tergugat, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), merupakan implikasi pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku secara umum.

Majelis hakim juga memerintahkan tergugat untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan tergugat sebagai implikasi dari penerapan tersebut. ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU No. 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023.

Terkait pencalonan PKPU ini, majelis hakim (dalam Putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023) menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 bertentangan dengan UU Nomor 7/2017 dan bertentangan dengan UU No. 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Ditegaskan pula bahwa PKPU tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah calon perempuan pada setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, maka pembulatan ke atas adalah dilaksanakan.”

Dengan demikian, ada pasal dalam PKPU 10/2023 yang dibatalkan Mahkamah Agung menjelang penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, dan DPRD pada 3 November 2023.

Sebelum menetapkan DCT, sebaiknya KPU segera merevisi PKPU pencalonan tersebut. Di sisi lain, partai politik peserta Pemilu 2024 sedang mempersiapkan kader terbaiknya untuk masuk dalam daftar calon tetap anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota.

Jika memperhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka tidak akan ada pembongkaran pasal pada setiap produk undang-undang pemilu.

Di sisi lain, KPU juga perlu mengkaji “kesalahan” penyelenggara pemilu sebelumnya dalam menyusun rancangan PKPU agar tidak selalu merevisi aturan pesta demokrasi di tengah tahapan pemilu.

Khusus syarat calon legislatif pada Pemilu 2019, misalnya, mengalami perubahan pada tahapan yang sedang berlangsung. Ambil contoh PKPU 31/2018 tentang Perubahan atas PKPU 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Sebelum merevisi PKPU 20/2018, MA memutuskan peraturan KPU ini bertentangan dengan UU Pemilu.

Begitu pula dengan PKPU Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Perorangan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dalam PKPU pencalonan, khususnya terkait syarat mantan narapidana, tidak ada frasa “kecuali menyatakan secara terbuka dan jujur ​​kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan adalah mantan narapidana”. Padahal, frasa tersebut terdapat dalam UU Pemilu.

Dalam Putusan Nomor 46 P/HUM/2018, majelis hakim MA menyatakan Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf d, dan Lampiran Model B.3 PKPU Nomor 20/2018 beserta Surat Keputusannya. frasa “mantan narapidana korupsi” bertentangan dengan UU No. 7/2017 jo. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019, sebaiknya para pemangku kepentingan pemilu yang terlibat dalam pembahasan rancangan PKPU sebaiknya lebih memperhatikan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Ketidakakuratan berpotensi menimbulkan disharmoni yang berakibat pada pengujian materi produk hukum penyelenggara pemilu terhadap UU Pemilu, undang-undang lainnya, dan putusan Mahkamah Konstitusi hingga Mahkamah Agung.

HAK CIPTA © ANTARA 2023

Exit mobile version