pada saat dikenakannya cukai rokok elektronik pada tahun 2018, tidak serta merta dikenakan Pajak Rokok. Jakarta (ANTARA) – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan penerapan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) mulai 1 Januari 2024.Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (UU HKPD).
Dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menjelaskan tujuan penerbitan PMK adalah sebagai upaya pengendalian konsumsi rokok oleh masyarakat.
Penerapan Pajak Rokok Elektrik merupakan wujud komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok elektrik sejak penerapan cukai pada pertengahan tahun 2018.
Rokok elektronik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa pengenaan cukai terhadap barang kena cukai salah satunya adalah hasil tembakau yang meliputi rokok, cerutu, rokok daun, irisan. tembakau, rokok elektronik. dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
Pengenaan pajak rokok terhadap rokok elektronik juga akan membawa konsekuensi terhadap pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (pajak dukung-dukungan).
Baca juga: DJBC Gagal Edarkan 11.716 Rokok Ilegal di NTT
Baca juga: Kementerian Keuangan siapkan 17 juta pita cukai rokok baru untuk tahun 2024
Namun ketika pajak rokok elektronik diberlakukan pada tahun 2018, pajak rokok tidak serta merta dikenakan. Hal ini sebagai upaya memberikan masa transisi yang memadai bagi penerapan konsep piggyback tax yang diterapkan sejak tahun 2014 sebagai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Pada prinsipnya pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik yang telah dikenai pajak rokok sejak tahun 2014, selain pendapatan negara.
Dalam jangka panjang, penggunaan rokok elektrik diindikasikan berdampak terhadap kesehatan dan bahan-bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk barang konsumsi yang perlu dikontrol.
Sedangkan penerimaan pajak rokok elektrik pada tahun 2023 sebesar Rp 1,75 triliun atau 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.
Kebijakan pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan pemangku kepentingan khususnya pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.
Setidaknya 50 persen dari penerimaan Pajak Rokok diatur penggunaannya (diperuntukkan) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.
Baca juga: Bea Cukai Madura luncurkan program klinik ekspor untuk UMKM
Baca juga: KPPBC Bandarlampung Musnahkan 86,5 Juta Rokok Ilegal pada 2023
Wartawan : Imamatul Silfia
Redaktur: Agus Salim
Hak Cipta © ANTARA 2023