Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak dan enam kepala daerah lainnya terkait uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian, kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang putusan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis.
Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur “gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilu 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023” adalah bertentangan. dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. .
Dengan keputusan tersebut, maka norma pasal yang dimaksud selengkapnya berbunyi: “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilu dan pelantikan tahun 2018 akan menjabat sampai tahun 2023; wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilu tahun 2018 yang pelantikannya berlangsung pada tahun 2019, menjabat selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan selama tidak lewat 1 bulan sebelumnya. pemungutan suara serentak nasional dilaksanakan pada tahun 2024”.
Permohonan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 143/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Emil Dardak, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Walikota Tarakan Khairul.
Para Pemohon terpilih menjadi kepala daerah hasil pemilu tahun 2018 dan baru dilantik pada tahun 2019. Mereka merasa hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah dirugikan dan dilanggar karena masa jabatannya dipersingkat atau tidak dilaksanakan secara penuh. 5 tahun.
Dalam pertimbangannya, MK bisa melihat kerugian konstitusional yang dialami para pemohon berupa pengurangan masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih pada tahun 2018 namun baru dilantik pada tahun 2019 karena menunggu. agar masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya berakhir.
Menurut pengadilan, ketentuan normatif Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ternyata menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana didalilkan para pemohon.
Pokok-pokok permohonan pemohon sebagian sah menurut hukum, kata Suhartoyo membacakan kesimpulan.
Terkait putusan tersebut, Hakim Mahkamah Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan dissenting opinion. Menurut Daniel, Pemohon I Murad Ismail, Pemohon II Emil Dardak, Pemohon V Marten A. Taha, dan Pemohon VII Khairul tidak memiliki kedudukan hukum.
“Dan seharusnya putusan pengadilan menyatakan permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon V, dan Pemohon VII tidak dapat diterima,” kata Daniel seperti dikutip dari salinan putusan yang diunduh dari situs resmi Mahkamah Konstitusi RI.
Baca juga: Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat
Baca juga: Ketua MK Siap Mengingatkan Hakim Konstitusi Jika Ada Benturan Kepentingan
Wartawan: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Hak Cipta © ANTARA 2023