Dugaan saya, pertama, sosialisasinya belum berjalan dengan baik
Jakarta (ANTARA) – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut sosialisasi yang tidak berjalan lancar hingga menimbulkan kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.Dugaan saya, sosialisasi pertama belum berjalan dengan baik. Itu harus diakui dan Presiden (Joko Widodo) memerintahkan saya untuk turun langsung, kata Bahlil saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu.
Bahlil mengatakan, kerusuhan yang terjadi di Pulau Rempang juga disebabkan oleh sentimen negara lain yang tidak suka melihat Indonesia semakin maju.
Menurut Bahlil, kejadian seperti di Pulau Rempang tidak hanya terjadi satu kali di Indonesia. Kejadian ini selalu terjadi ketika Indonesia mempunyai proyek besar.
“Setiap kita mau membangun sesuatu pasti ada (masalah muncul). Kemarin juga ada kejadian viral orang asing di TikTok ngomongin itu, mengkhawatirkan. Kenapa orang asing urus negara kita, ada apa di sana,” kata Bahlil .
Di Pulau Rempang akan dibangun Rempang Eco City, salah satu proyek yang terdaftar dalam Program Strategis Nasional 2023.
Konstruksinya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus lalu.
Proyek ini merupakan kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata terpadu yang bertujuan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia.
Di kawasan ini juga akan dibangun pabrik kaca dan panel surya yang disebut-sebut terbesar kedua di dunia setelah China.
Nilai investasi dalam proyek ini diperkirakan mencapai Rp 175 triliun dan dapat terus meningkat hingga Rp 361 triliun.
Bahlil mengaku akan segera turun ke lapangan sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan permasalahan di Pulau Rempang.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan, tanah pemukiman pemicu kerusuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Hadi menjelaskan, lahan seluas 17 ribu hektare yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City merupakan kawasan hutan dan dari jumlah tersebut, 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Tanah (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Hadi mengatakan, sebelum konflik terjadi di Pulau Rempang, pemerintah sudah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.
Menurutnya, hampir 50 persen warga menerima usulan yang telah diajukan.
Pemerintah menawarkan untuk mencari tempat tinggal atau relokasi baru yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yaitu sebagai nelayan.
Lebih lanjut, Hadi mengatakan, pemerintah juga sedang menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan seluas 500 hektare yang terletak dekat laut untuk memudahkan mencari nafkah.
Baca juga: Menko PMK: Investasi harus jalan tapi aspirasi juga harus ditampung
Baca juga: BP Batam siapkan biaya sewa rumah Rp 1,2 juta untuk warga Rempang
Reporter: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Redaktur: Ahmad Wijaya
HAK CIPTA © ANTARA 2023