Harus disadari bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan perlu ada upaya serius untuk mengkonsep ulang peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif. Semarang (ANTARA) – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai perlunya peran agama yang inklusif dalam menyikapi krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia hingga saat ini.“Harus disadari bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan perlu ada upaya serius untuk mengkonsep ulang peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif,” ujarnya di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu malam.
Hal tersebut disampaikan sosok yang akrab disapa Gus Men saat menutup Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Menurut Menkeu, agama sebenarnya tidak hanya menjadi sumber ketenangan spiritual, namun juga menjadi pendorong perubahan positif di masyarakat.
Oleh karena itu, ia meminta peran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk mampu memberikan arah kajian yang humanis berdasarkan hasil penelitian terpercaya di dunia Islam.
Untuk memaparkan peran agama dalam merespons krisis kemanusiaan, kata dia, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan oleh sivitas akademika PTKI, yaitu pertama betapa pentingnya memahami peran agama dalam krisis kemanusiaan.
“Agama yang benar bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tapi juga tentang bagaimana keyakinan tersebut memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi krisis kemanusiaan,” ujarnya.
“Saat ini pesan keagamaan kemanusiaan telah bergema mulai dari Indonesia dan Asia Tenggara, hingga dunia yang sedang berduka atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah,” ujarnya.
Kedua, yaitu pentingnya pemahaman ajaran agama sebagai sumber gerakan kemanusiaan bersama, karena gerakan nyata untuk menerjemahkan nilai-nilai agama perlu melibatkan pendekatan holistik yang memadukan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan praktis masyarakat terdampak.
“Upaya konkrit dalam merespons krisis kemanusiaan yang dapat dilakukan antara lain dengan mengerahkan sumber daya keagamaan, mendorong kolaborasi antaragama untuk perdamaian, serta melakukan advokasi perdamaian, keadilan, dan hak asasi manusia,” ujarnya.
Terakhir, Gus Men menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai modal untuk memberikan kontribusi nyata, seperti yang terus dilakukan Kementerian Agama dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami berharap penguatan moderasi beragama dapat menjadi kontribusi Indonesia dalam menjawab permasalahan kontemporer dan menjaga perdamaian dunia. Dengan kompleksitas yang ada, sudah sepantasnya Indonesia menjadi laboratorium kajian Islam, sekaligus kajian agama,” ujarnya.
AICIS ke-23 diselenggarakan pada 1-4 Februari 2024 oleh Kementerian Agama sebagai ajang mempertemukan ratusan intelektual Muslim internasional untuk merumuskan solusi berbagai permasalahan kemanusiaan global.
Tahun ini, AICIS mengangkat tema “Mendefinisikan Ulang Peran Agama dalam Mengatasi Krisis Kemanusiaan: Menghadapi Isu Perdamaian, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia” untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan saling menghormati antar umat manusia.
AICIS dihadiri oleh para rektor perguruan tinggi agama Islam negeri (PTKIN) dan perguruan tinggi agama Islam swasta (PTKIS) se-Indonesia, tokoh agama, dan ratusan akademisi Islam internasional.
Wartawan: Zuhdiar Laeis
Redaksi : M.Tohamaksun
Hak Cipta © ANTARA 2024