NEWS

Menlu RI kecewa DK PBB gagal setujui resolusi gencatan senjata di Gaza

Menlu RI kecewa DK PBB gagal setujui resolusi gencatan senjata di Gaza

Jakarta (ANTARA) – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada Sabtu menyatakan kekecewaannya atas kegagalan Dewan Keamanan (DK) PBB mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera untuk menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza, Palestina.“Saya sangat menyayangkan kegagalan Dewan Keamanan mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza meskipun lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia, ikut mensponsori resolusi tersebut,” kata Retno di platform media sosial X.

Ia menekankan bahwa komunitas global tidak bisa terus bergantung pada belas kasihan beberapa negara dan tidak berdaya menyaksikan kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza.

Rancangan resolusi DK PBB tersebut diveto AS pada Jumat (8/12), meski didukung 13 anggota DK PBB lainnya. Sementara Inggris, salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang mempunyai hak veto, memilih abstain.

Rancangan resolusi tersebut menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk mematuhi hukum internasional, khususnya perlindungan warga sipil, menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera dan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk melaporkan kepada dewan mengenai pelaksanaan gencatan senjata tersebut.

Uni Emirat Arab (UEA), yang menyerahkan rancangan tersebut, mengatakan pihaknya berupaya menyelesaikan resolusi tersebut dengan cepat karena meningkatnya jumlah korban tewas selama perang 63 hari tersebut.

Guterres pada hari Rabu menggunakan Pasal 99 Piagam PBB untuk pertama kalinya sejak ia mengambil alih jabatan puncak organisasi tersebut pada tahun 2017, menyerukan gencatan senjata dan mengatakan bahwa kondisi saat ini di Gaza tidak memungkinkan dilakukannya “operasi kemanusiaan yang berarti.”

Di sisi lain, Robert Wood, perwakilan AS untuk PBB, mengatakan pemerintahan Joe Biden menggunakan hak veto tersebut karena gencatan senjata akan memungkinkan Hamas tetap berkuasa di Gaza.

“Selama Hamas tetap mempertahankan ideologi penghancurannya, gencatan senjata apa pun hanya bersifat sementara dan tentunya bukan perdamaian. Dan gencatan senjata yang memungkinkan Hamas untuk tetap menguasai Gaza akan menghilangkan kesempatan warga sipil Palestina untuk membangun sesuatu yang lebih baik bagi diri mereka sendiri,” Wood dikatakan .

Oleh karena itu, meskipun AS sangat mendukung perdamaian abadi di mana Israel dan Palestina dapat hidup damai dan aman, kami tidak mendukung seruan resolusi untuk gencatan senjata yang hanya akan menjadi benih perang berikutnya, katanya sambil menambahkan.

Lebih dari 17.000 warga Palestina telah terbunuh dan lebih dari 46.000 lainnya terluka di Gaza akibat serangan udara dan darat Israel yang terus menerus, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Sekitar 70 persen korban tewas adalah perempuan dan anak-anak, dan sekitar 1,8 juta penduduk mengungsi ke daerah yang lebih aman.

Israel melancarkan perang di Gaza sebagai tanggapan atas serangan lintas batas yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan 240 lainnya disandera ke Gaza.

Gencatan senjata selama seminggu memungkinkan pembebasan sekitar 100 sandera dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, meski jumlahnya sangat kecil dibandingkan sebelum perang.

Setelah gencatan senjata berakhir pada 1 Desember, jumlah bantuan kembali dikurangi dan Israel melanjutkan serangannya ke wilayah kantong Palestina.

Baca juga: Menlu Retno: Dua Relawan MER-C Indonesia Ingin Tinggal di Gaza
Baca juga: Seorang Relawan MER-C Berhasil Dievakuasi dari Gaza

Reporter: Yashinta Difa Pramudyani
Redaktur: Anton Santoso
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Exit mobile version