1. Menebus Perbuatan Boros Saat Majelis
Salah satu hikmah utama dari bacaan doa Kafaratul Majlis adalah sebagai penebus jika ada hal atau perkataan yang terbuang saat berkumpul. Doa ini mengingatkan kita untuk selalu berkata-kata yang baik dan menjauhi kata-kata yang buruk atau tidak berguna.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
يَا رَسُول الله أَرَاك مَا تجْلِس (مَجْلِسا) آح وَلَا تتلو قُرْآنًا وَلَا تصلى ص Penghematan Energi
Artinya: Ya Rasulullah, aku melihat kamu tidak duduk berjamaah, atau membaca Al-Quran, atau berdoa, kecuali kamu selalu mengakhirinya dengan satu kalimat itu.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
نعم من قَالَ خيرا ختم لَهُ طَابع على ذَلِك الْخَيْر وَمن قَالَ شرا كنَّ لَهُ كَ Perlindungan Lingkungan dan Perlindungan Lingkungan إِلَيْك
Artinya: Benar. Barangsiapa mengucapkan kata-kata yang baik di dalam majelis, maka akan lebih mudah baginya untuk mengamalkan kebaikan itu. Dan barangsiapa mengucapkan sesuatu yang buruk, maka kalimat tersebut menjadi penebusan atau kaffarah baginya. Kalimatnya adalah,
Tuhan memberkati
Subhanaka allahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik
Artinya : (Maha Suci Engkau ya Allah. Dan segala puji bagiMu. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah, kecuali Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu). (HR. An-Nasa’i dalam Amal Al-Yaum wal-Lailah no. 273)
2. Menambal kekurangan
Selain sebagai penutup majelis, salat Kafaratul Majlis juga digunakan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam majelis. Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy Rahimullah ketika menjelaskan Surah Al-Baqarah ayat 198-199 mengatakan,
Insya Allah Pesannya له على إنعامه عليه بالتوفيق لهذه العبادة العظيمة والمنة الجسيمة. pada Pesan وجعلت له محلا ومنزلة رفيعة، فهذا حقيق بالمقت، ورد الفعل، كما أن الأ ول، حقيق Insya Allah
Artinya: Allah Ta’ala memerintahkan agar ketika prosesi ritual selesai hendaknya seseorang memperbanyak istigfar dan dzikir. Karena istigfar bertujuan untuk mengisi kekurangan yang terjadi pada diri seorang hamba. Yaitu ketika beribadah dan ketidaksempurnaan dalam mengerjakannya. Dan mengingat Allah merupakan wujud rasa syukur kepada-Nya atas nikmat yang dianugerahkan berupa taufik untuk melaksanakan ibadah yang agung dan karunia-Nya yang tak terkira.
Demikianlah hendaknya seorang hamba ketika selesai beribadah. Ia memohon ampun kepada Allah atas segala kekurangannya dalam menjalankan ibadahnya dan bersyukur atas limpahan taufiknya sehingga ia bisa beribadah. Tidak seperti orang yang menganggap ibadahnya sempurna, sombong di hadapan Tuhannya, dan menganggap dirinya mempunyai kedudukan yang tinggi. Padahal, hal tersebut merupakan bentuk kesombongan dan penolakan terhadap ibadah. “Sebagai yang pertama juga sebagai petunjuk diterimanya amal shaleh dan taufik untuk melaksanakan ibadah lainnya.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 92)