Mengutip laman Islam Liputan6.com, awalnya Al Madinah bernama Yathrib. Sebagaimana tercantum dalam buku Akhbar al-Madinah karya Ibnu Zabalah (2003:165&184), dijelaskan bahwa Yatsrib adalah nama laki-laki dari ‘Amaliq. Bani ‘Umalaq merupakan kaum yang pertama kali menduduki dan mensejahterakan daerah tersebut. Silsilahnya adalah ‘Umalaq bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh As. Jadi jika dilihat dari urut silsilahnya, Yatrib merupakan keturunan ketiga Nabi Nuh As.
Sebelum menjadi sebuah kota, Yastrib sangat jauh dari peradaban. Kondisi sosial masih berupa tribalisme, belum ada peraturan yang mengikat, saling bermusuhan antar suku meskipun berada dalam satu wilayah.
Lalu datanglah Nabi Muhammad SAW yang berhijrah dari Mekkah. Kedatangan Nabi ke Yatsrib menjadikan daerah tersebut sebagai kota. Oleh karena itu dikenal dengan nama Madinatu Rosulillah. Sebutan tersebut didasari atas jasa dan usahanya dalam mengubah dan melaksanakan perencanaan wilayah sedemikian rupa sehingga menjadi kota yang beradab.
Menurut Mu’nis Al-Muzaffar, kata Madinah berasal dari bahasa Suryani, midinta, yang berarti suatu wilayah luas yang dihuni oleh suatu kaum yang kondisi dan kepentingannya sama. Sedangkan dalam bahasa Arab ada kata ‘madaniy’ yang berarti masyarakat beradab. Proses tersebut dinamakan tamaddun yang berarti membangun masyarakat yang mempunyai peradaban dan kebudayaan yang maju. Kata yang mirip dengan komunitas adalah tsaqofah dan hadlarah. Tsaqofah artinya orang yang cerdas dan terpelajar.
Sedangkan hadlarah adalah masyarakat yang berbudaya, modern, sejahtera, tertib hukum. Sedangkan Madinah merupakan masyarakat yang cerdas, terpelajar, beradab, maju, sejahtera secara ekonomi, sejahtera lahir dan batin, taat hukum dan tertib serta mempunyai stabilitas keamanan. Singkatnya, Madinah adalah kondisi masyarakat yang diimpikan setiap manusia. Dan hal ini dilakukan oleh Rasulullah yang mengubah Yatsrib menjadi Madinah.
Saat Nabi Muhammad SAW pertama kali hijrah ke Yatsrib, wilayah tersebut masih berupa wilayah kosong tanpa banyak permukiman dan bangunan. Oleh karena itu, pada saat Nabi hijrah bersama kelompok muhajirinnya, beliau membangun sebuah masjid yang memiliki fungsi ganda sebagai tempat ibadah sekaligus kegiatan sosial. Salah satu sudut masjid dijadikan tempat tinggalnya.