serangan fajar… itu tindakan korup
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, sikap masyarakat yang menerima serangan fajar atau politik uang merupakan sikap koruptif.Hal itu diungkapkan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyarankan agar masyarakat menerima uang yang dibagikan saat penyerangan subuh tersebut karena menurut Prabowo itu adalah uang rakyat.
“Bagi masyarakat, penyerangan dini hari yang dimaksudkan misalnya dengan pembagian uang dan lain sebagainya dalam proses yang sedang berlangsung, merupakan tindakan korupsi,” kata Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ali menambahkan, menerima uang hasil penyerangan subuh merupakan bibit tindak pidana korupsi. Menurut dia, pihak yang menyalurkan uang tersebut pasti akan mencari cara untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan melalui korupsi.
“Pada akhirnya, dari hasil kajian dan beberapa kasus yang ditangani KPK, motifnya sama, mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. Saya kira hal seperti itu tidak akan terjadi lagi, ” jelasnya.
Baca juga: Mahfud MD Soroti Politik Uang dan Kecurangan Saat Pemilu
Sebelumnya, pada acara HUT ke-11 Pondok Pesantren Ora Aji di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Jumat (8/9), Prabowo menyebut uang yang dibagikan jelang pemungutan suara pemilu 2024 bisa diterima masyarakat. Menurut Prabowo, uang yang dibagikan juga merupakan uang rakyat.
Kita harus menjaga kerukunan di antara kita. Perdamaian harus kita jaga dan apa yang disampaikan Gus MIftah tadi, kalau ada yang ngasih uang, terima saja. Itu juga uang rakyat. Itu uang rakyat. Kalau bagi-bagi, terima saja. itu; tapi ikuti saja. “Hatimu, pilihlah yang kamu yakini akan berbuat yang terbaik untuk bangsa, rakyat, dan anak-anakmu,” kata Prabowo.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap “Penyakit” Saat Pilkada
Sebelumnya, pada 14 Juli 2023, KPK resmi mencanangkan kampanye “Hajar Serangan Fajar” untuk mengajak masyarakat menolak, menghindari, dan melindungi diri dari godaan politik uang dalam menghadapi pesta demokrasi Pemilu Serentak 2024.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pesta demokrasi merupakan hajatan milik rakyat. Melalui Pemilu 2024, lanjut Firli, masyarakat akan memilih dan menentukan nasibnya lima tahun ke depan.
Pemimpin yang dipilih dari partai demokrasi mewakili harapan rakyat akan perubahan, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh anak bangsa.
Baca juga: Ponorogo Masuk 20 Kota Rawan Politik Uang pada Pemilu 2024
Sementara itu, kajian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyebutkan bahwa praktik politik uang sudah menjadi budaya dan mengkonstruksi proses demokrasi.
Akibatnya, biaya politik melonjak dan membuka celah rentan bagi calon peserta pemilu untuk bermain “kotor” dengan mencari sumber dana ilegal.
Kemudian, hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait Pemilu 2019 mencatat 47,4 persen masyarakat membenarkan adanya politik uang dan 46,7 persen di antaranya menyatakan politik uang adalah hal yang wajar.
Baca juga: KPK luncurkan kampanye “Hajar Dawn Attack”
Kenyataan ini sangat ironis karena jika sosok yang dipilih tidak memiliki integritas, maka dipastikan kebijakan yang diambil kedepannya akan jauh dari harapan masyarakat.
Lebih lanjut, hasil kajian KPK terkait politik uang menjelaskan, sebanyak 72 persen pemilih menerima politik uang. Pasca operasi, 82 persen penerimanya adalah wanita berusia di atas 35 tahun.
Berdasarkan kajian KPK, faktor terbesar perempuan menerima politik uang adalah tekanan ekonomi, tekanan pihak lain, sikap permisif terhadap sanksi, dan kurang memahami politik uang.
Baca juga: Bawaslu DIY Ajak Perempuan Ikut Kampanye Anti Politik Uang
Reporter: Fianda Sjofjan Rassat
Editor : Fransiska Ninditya
HAK CIPTA © ANTARA 2023