Saksi hadir dan semakin mempertegas keterkaitan dugaan pemberian uang dari tersangka HH kepada tersangka EOSH selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui orang kepercayaannyaJakarta (ANTARA) – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa tiga orang saksi terkait dugaan pemberian uang kepada mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) alias Eddy Hiariej.Ketiga saksi tersebut adalah Advokat Yosi Andika Mulyadi dan asisten pribadi Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana. Saksi selanjutnya adalah Sekretaris Direksi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Anita Zizlavsky.
“Para saksi hadir dan semakin menguatkan kaitan dugaan pemberian uang dari tersangka HH kepada tersangka EOSH selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui orang kepercayaannya,” kata Ketua KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi. di Jakarta, Rabu.
Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana yang diperiksa Selasa (8/1), memilih tak berkomentar atas pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK.
Yosi yang selesai diperiksa penyidik KPK pada Selasa (8/1) pukul 17.21 WIB, belum memberikan komentar terkait pemeriksaannya. Ia hanya memberi isyarat dengan ibu jarinya sambil segera meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Sementara Yogi yang selesai diperiksa penyidik KPK pada Selasa (8/1) pukul 17.45 WIB hanya memberikan sedikit komentar terkait pemeriksaannya.
“Ini baru pemeriksaan lanjutan dari kemarin,” kata Yogi sambil bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Sekadar informasi, dalam kasus ini penyidik KPK telah menahan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH) karena berperan sebagai tersangka pemberi suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan tiga tersangka penerima suap, yakni mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (EOSH), pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM), dan asisten pribadi EOSH Yogi Arie Rukmana. (YAR). Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menahan ketiganya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi dugaan korupsi bermula dari perselisihan internal dan perselisihan di PT CLM pada tahun 2019 hingga 2022 terkait status kepemilikan.
Baca juga: Advokat dan Asisten Wakil Menteri Hukum dan HAM bungkam usai diperiksa KPK
Baca juga: KPK Periksa Pengacara dan Asisten Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Hiariej
Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, kata Alex, HH selaku Direktur Utama PT CLM berinisiatif mencari konsultan hukum dan sesuai rekomendasi yang didapat, yang tepat adalah EOSH.
Menindaklanjuti hal tersebut, kata dia, sekitar bulan April 2022 telah dilakukan pertemuan di rumah dinas EOSH yang dihadiri oleh HH beserta jajaran dan PT CLM.
Dari hasil pertemuan tersebut tercapai kesepakatan yaitu EOSH siap memberikan konsultasi hukum kepada AHU PT CLM. EOSH menugaskan YAR dan YAM sebagai perwakilannya.
Besaran uang yang disepakati untuk diberikan HH kepada EOSH sekitar Rp 4 miliar.
Selain itu, kata Alex, HH juga mengalami kendala hukum di Bareskrim Polri. Untuk itu, EOSH bersedia dan berjanji proses hukumnya bisa dihentikan melalui SP3 dengan menyerahkan uang sekitar Rp3 miliar.
Menurutnya, HH juga meminta bantuan kepada EOSH selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu untuk membantu proses pembukaan blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM dan di bawah kewenangan EOSH akhirnya proses pembukaan blokir tersebut selesai. dilakukan.
Baca juga: PN Jakarta Selatan jadwalkan sidang praperadilan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM pekan depan
Ia mengatakan, HH memberikan kembali sekitar Rp 1 miliar untuk kebutuhan pribadi EOSH untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan pemberian uang sekitar Rp8 miliar dari HH kepada EOSH melalui YAR dan YAM sebagai bukti awal untuk terus didalami dan didalami hingga dikembangkan.
HH selaku pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Reporter: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Hak Cipta © ANTARA 2024