Perkenalan Haida dengan kelor dimulai pada tahun 2015. Saat itu, ia yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Rejeki, Trirenggo, Bantul, mengikuti lomba Adhikarya Pangan Nusantara DIY dan meraih juara 2.
Haida pun penasaran apa saja keuntungan meraih juara pertama. Ternyata juara pertama mempunyai produk unggulan berupa olahan pegagan yang bernilai tinggi.
“Mungkin tanaman liar tapi diolah, jadi ada nilainya. Jadi kita belajar dari sana,” kata Haida.
Perempuan yang akrab disapa Ida ini pun mengetahui potensi tanaman kelor yang sudah lebih dulu ditanam sejumlah anggota KWT. Berbekal informasi dari internet, Haida mulai mencoba memahami ciri-ciri kelor dan produk olahannya. Ia belajar cara mengolah kelor mulai dari sinar matahari, kelembapan, pengeringan, hingga penyimpanan.
“Selama 2015 hingga 2016 kami belajar tentang karakter kelor. “Karena kalau kita ingin membuat suatu produk, kita harus mengetahui karakternya terlebih dahulu,” jelas Haida.
Hingga tahun 2016, Haida bertekad mendirikan Kelorida, sebuah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memproduksi berbagai olahan kelor. Kelorida merupakan gabungan dari “Moring” dan nama sendiri “Ida”.
Awalnya, Haida hanya memproduksi jenis minuman kelor seperti teh seduh, teh celup, dan kopi. Ide terus berkembang. Haida pun mencoba membuat coklat kelor agar lebih disukai anak-anak.
Selain minuman, Haida juga berinovasi dalam pembuatan aneka makanan basah dan kering. Produk kering yang dijualnya antara lain mie kelor, stik kelor, bakpia kelor, kerupuk kelor, peyek kelor, telur gulung kelor, bahkan tepung kelor. Sedangkan di momen tertentu, Haida juga bisa membuat makanan basah seperti moringa rica-rica, moringa soto, moringa bakwan, moringa pudding, bahkan moringa dawet.
Haida juga membuat kapsul kelor untuk suplemen dan masker kelor untuk kecantikan. Ia pun mencoba langsung seluruh produk hasil olahan Haida. Selain mendapatkan manfaatnya, wanita empat cucu ini juga ingin membuktikan kepada konsumen bahwa produk olahan kelor benar-benar aman dan bermanfaat.
“Saya berusaha jujur pada diri sendiri, jujur pada produk kita. “Apa yang kita berikan dan itu akan kembali lagi kepada kita,” kata Haida.
Produk olahan Haida dijual dengan harga berkisar Rp10.000 hingga Rp65.000. Di tangan Haida, kelor yang awalnya hanya berupa semak di pekarangan, kini mampu memiliki nilai jual yang tinggi.