Awal mula pekerjaan corvee erat kaitannya dengan peranan Louis Napoleon, yang mengangkat Herman Willem Daendels sebagai gubernur pada tanggal 1 Januari 1808 pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Daendels diberi tugas utama, mempertahankan pulau Jawa dari ancaman Inggris sekaligus mengatur pemerintahan Indonesia.
Namun karena terbebani dengan tanggung jawabnya, Daendels menyikapinya dengan menerapkan sistem kerja paksa. Hal ini terjadi karena saat itu Inggris mengambil alih kekuasaan VOC di Ambon, Sumatera dan Banda. Daendels menjalankan tugasnya sebagai gubernur dengan mengambil keputusan kontroversial tersebut dengan harapan rakyat Indonesia bersedia bekerja, demi kepentingan Kerajaan Prancis.
Dalam upayanya membela Pulau Jawa, Daendels mengambil langkah signifikan di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini termasuk pembangunan benteng pertahanan baru dan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Anyer. Meski demikian, pembangunan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon tidak sesuai harapan Daendels. Sebagai bagian dari strategi tersebut, Daendels melibatkan masyarakat dalam kerja keras membangun Jalan Raya Pos atau Groote Postweg, menghubungkan Anyer di Ujung Barat Jawa Barat hingga Panarukan di Ujung Timur Jawa Timur dengan panjang sekitar 1000 km.
Daendels selaku perwakilan Perancis atas nama Belanda mencatat laporan keuangan terkait program kerja corvee. Meski sulit menemukan arsip yang menunjukkan jumlah pasti dana yang dikeluarkan, Daendels saat itu menyediakan anggaran sekitar 30.000 ringgit (1 ringgit = 2,40 gulden) untuk pembangunan Jalan Raya Pos. Namun dana tersebut terbukti tidak mencukupi, dan Daendels menggunakan nota kredit yang diterbitkannya sendiri.