Kenaikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk layanan hiburan telah memicu perdebatan yang luas. Efektif mulai Januari 2024, tarif pajak melonjak menjadi antara 40-75 persen, naik dari 25-35 persen untuk pajak barang dan jasa tertentu di tempat-tempat seperti bar, klub malam, klub pantai, tempat karaoke, dan spa.

Langkah kebijakan ini menyoroti upaya Indonesia untuk mendapatkan aliran pendapatan tambahan. Dengan menaikkan pajak atas layanan hiburan, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendanaan untuk program-program publik. Meskipun kenaikan pajak ini mungkin menawarkan keuntungan pendapatan jangka pendek, hal ini dapat membebani bisnis dan konsumen dalam jangka panjang.
Perubahan mendadak ini mengejutkan industri ini karena kurangnya konsultasi dengan para pemangku kepentingan. Lonjakan dari maksimum 35 persen menjadi 75 persen sangat membebani banyak perusahaan – terutama yang bergerak di sektor hiburan yang sering mengandalkan pekerja berpenghasilan rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan dan penutupan bisnis yang mengancam stabilitas ekonomi dan pembangunan sosial.
Pajak yang berlebihan berisiko mendorong bisnis ke dalam ekonomi informal atau mendorong penghindaran pajak. Upaya pengumpulan pajak dan pendapatan fiskal yang berkelanjutan dapat terganggu. Jika pajak membebani sektor atau wilayah tertentu secara tidak proporsional, kebijakan tersebut dapat memperburuk ketidaksetaraan dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif.