Kelompok perempuan rentanJakarta (ANTARA) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan ibu-ibu yang menjual anak atau bayinya umumnya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi.“Iya tentu kalau melihat profil ibu-ibu anak ini dan cara yang disampaikan tadi, memang mereka kelompok perempuan yang rentan (secara ekonomi),” kata Asisten Deputi (Asdep) Bidang Perlindungan Khusus Anak dan Kekerasan. Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwanti pada jumpa pers di Polres Metro Jakarta Barat, Jumat.
Sebelumnya, Polres Jakarta Barat telah menetapkan seorang ibu berinisial T (35) asal Tambora, Jakarta Barat sebagai tersangka kasus perdagangan bayi pada 19 Januari 2024.
Dijelaskannya pula, berdasarkan keterangan Kapolres Metro Jakarta Barat, Kompol M Syahduddi, salah satu tersangka yakni pelaku utama berinisial EM aktif mencari ibu-ibu ekonomi lemah sebagai korban dan biasanya melalui media sosial. kelompok.
Kapolri Kompol M Syahduddi, kata Ciput, menggarisbawahi, profil ibu hamil seperti saudari T, posisinya sangat lemah sehingga tidak punya pilihan lain selain menjual bayinya.
Baca juga: Tersangka Perdagangan Bayi di Jakarta Barat Terancam 10 Tahun Penjara
Oleh karena itu, ditegaskannya, proses identifikasi menyeluruh terhadap ibu-ibu yang menjual anak atau bayinya sangat penting.
Hasil penyelidikan mendalam atau ‘profiling’ terhadap ibu-ibu dari anak yang dijual ini akan menjadi informasi yang sangat berguna bagi pemerintah, ”ujarnya.
Ciput juga mengajukan beberapa saran agar para ibu atau orang tua pada umumnya tidak melakukan perdagangan bayi.
“Pelaku ini mampu ‘memprofilkan’ calon korban yang akan dia bujuk untuk dibelikan anaknya, lewat media sosial. Jadi, sebenarnya kunci pertama adalah literasi digital. Tidak semua remaja putri juga melek digital. Jadi, mereka tidak menggunakan media sosial dengan baik.bijaksana,” kata Ciput.
Ia juga meminta masyarakat peka terhadap indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di lingkungan sekitar.
Baca juga: Polisi Serahkan Bayi Hasil Perdagangan Ilegal ke Dinas Sosial DKI,
“Kami ingin mendorong partisipasi masyarakat sebagaimana diamanatkan UU Perlindungan Anak, tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah pun bertanggung jawab dalam perlindungan anak,” kata Ciput.
Berbeda dengan kondisi sosial di perkotaan, kondisi di pedesaan memudahkan masyarakat dalam membedakan kondisi kehidupan satu sama lain.
Kepedulian sosial
Oleh karena itu, kata Ciput, kepedulian terhadap sesama penting untuk dihidupkan kembali di perkotaan.
“Di pedesaan mungkin akan lebih mudah untuk melihat warga mana yang membutuhkan. Kita perlu kembali ke kearifan lokal kita sebelumnya yaitu peduli dan peduli terhadap warga,” kata Ciput.
Sebelumnya, tiga tersangka perdagangan bayi berinisial T (35) sebagai ibu kandung salah satu bayi, EM (30) sebagai pembeli bayi dan AN (33) sebagai suami EM, di Desa Duri Utara, Kecamatan Tambora, Barat. Jakarta (Jakbar), terancam hukuman 10 tahun penjara.
Baca juga: Bareskrim Selamatkan Dua Bayi dari Perdagangan Manusia
“Ketiga orang ini kami tetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 76 F juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 2 dan 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. (TPPO) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat, Kompol M Syahduddi.
Dijelaskannya, dari perdagangan ilegal tersebut, total ada lima bayi yang diamankan polisi dengan usia bayi berkisar antara sembilan hari hingga tiga tahun.
“Lima bayi telah kami serahkan ke Panti Sosial Balita Tunas Bangsa Cipayung,” kata Syahduddi.
Reporter: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Redaktur: Edy Sujatmiko
Hak Cipta © ANTARA 2024