NEWS

Kemenag: Sidang Isbat sebagai forum pengambilan keputusan bersama

Kemenag: Sidang Isbat sebagai forum bersama pengambilan keputusan

Jakarta (ANTARA) – Kementerian Agama menyatakan sidang isbat yang dilaksanakan setiap tahun penentuan penanggalan Islam (Hijriah) merupakan forum bersama antara ormas Islam, ulama, pakar astronomi, dan pakar astronomi dalam mengambil keputusan.“Sidang Isbat ini diperlukan sebagai forum pengambilan keputusan bersama. Hal ini diperlukan sebagai wujud kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk memulai puasa Ramadhan dan Idul Fitri,” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah pada Sidang Isbat. Kementerian Agama, Adib di Jakarta, Jumat.

Adib menjelaskan, Kementerian Agama rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Hal ini telah berlangsung sejak tahun 1950-an, menurut beberapa sumber pada tahun 1962.

Baca juga: Kemenag Gelar Sidang Isbat Awal Ramadhan 10 Maret 2024

Perkembangan selanjutnya, MUI mengeluarkan Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah.

Salah satu fatwa tersebut memutuskan bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri Agama dan diterapkan secara nasional.

Menurutnya, sidang isbat penting untuk dilaksanakan, karena Indonesia bukanlah negara agama dan bukan negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan sepenuhnya urusan keagamaan kepada individu atau kelompok.

Sidang isbat penting untuk diadakan, karena banyak Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga mempunyai cara dan standar tersendiri dalam menentukan awal bulan Hijriyah.

“Tidak jarang terjadi perbedaan pandangan satu sama lain, seiring dengan perbedaan mazhab dan metode yang digunakan. Sidang isbat merupakan forum, wadah dan mekanisme pengambilan keputusan,” ujarnya.

Baca juga: Kemenag: Pengawasan hilal awal Ramadhan digelar di 134 titik

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi wadah musyawarah para ulama, pakar astronomi, pakar astronomi dari berbagai organisasi Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Sidang ini juga dihadiri oleh Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Penelitian dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lain-lain.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama sehingga mempunyai kekuatan hukum. Jadi, bukan pemerintah yang menentukan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menentukan hasil musyawarah. pertimbangan pihak-pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” kata Adib.

Sidang Isbat penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, kata Adib, tidak hanya dilakukan Indonesia. Negara-negara Arab juga melaksanakan isbat setelah mendapat laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perorangan yang telah diverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tingginya.

Baca juga: Menag Imbau Masyarakat Tetap Jaga Ukhuwah Menyikapi Potensi Perbedaan di Awal Ramadhan

Baca juga: Komisi VIII Himbau Tetap Saling Hormati Jika Awal Ramadhan Berbeda

Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

“Ini menjadi nilai tambah bahwa keputusan diambil secara bersama-sama, nilai demokrasi sangat terlihat dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada sidang isbat,” kata Adib.

Adib menegaskan, peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah sebagai fasilitator bagi ormas Islam dan pihak-pihak yang bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat menjadi pedoman masyarakat.

Wartawan : Asep Firmansyah
Redaktur: Endang Sukarelawati
Hak Cipta © ANTARA 2024

Exit mobile version