Jakarta (ANTARA) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tak akan ikut campur dalam penetapan calon presiden atau calon wakil presiden pada Pemilu 2024 di tengah santernya putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka diusung menjadi calon wakil presiden pada Pemilu 2024.Saya tegaskan, saya tidak ikut campur dalam penetapan calon presiden atau wakil presiden, kata Jokowi dalam keterangan yang ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, yang ditonton di Jakarta, Senin malam.
Pernyataan Jokowi itu menanggapi pembicaraan putranya, Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, yang digadang-gadang menjadi calon wakil presiden pada pemilu 2024 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin mengabulkan sebagian permintaan tersebut. uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tentang batas wilayah. usia calon presiden dan calon wakil presiden harus berusia 40 tahun atau mempunyai pengalaman sebagai kepala daerah.
Baca juga: Jokowi Enggan Komentari Keputusan Mahkamah Konstitusi Soal Usia Calon Presiden/Cawapres
Baca juga: Istana Klarifikasi Tak Akan Ada Wawancara dengan Jokowi Jelang Sidang MK
Jokowi menegaskan, urusan calon presiden dan wakil presiden merupakan ranah partai politik atau gabungan partai politik. Karena itu, ia mengajak masyarakat bertanya langsung kepada partai politik soal kemungkinan Gibran menjadi calon wakil presiden (cawapres).
“Calon presiden dan wakil presiden ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi silakan tanyakan saja pada parpol yang menjadi daerah parpol tersebut, kata Presiden Jokowi.
Senin ini, MK mengabulkan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh perorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Pemohon meminta agar syarat pencalonan calon presiden dan wakil presiden diubah menjadi berusia minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Mahkamah Konstitusi menyimpulkan permohonan pemohon sebagian beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Jadi Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum secara lengkap berbunyi ‘berusia minimal 40 tahun atau sedang/sedang memangku jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah’,” kata Ketua MK. Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang membacakan putusan/putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, Senin.
Reporter: Indra Arief Pribadi
Redaktur: Herry Soebanto
HAK CIPTA © ANTARA 2023