“Komitmen pendanaan negara-negara maju masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun atau fasilitas pendanaan kerugian dan kerusakan,”
Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut komitmen pendanaan negara maju untuk mempercepat transisi ekonomi menggunakan energi rendah karbon masih sebatas retorika.“Komitmen pendanaan negara-negara maju masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun maupun fasilitas pendanaan. kehilangan Dan kerusakan,” kata Jokowi pada sesi pertama KTT G20 India di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India, Sabtu, seperti dilansir Biro Pers Sekretariat Presiden yang diterima di Jakarta.
Di hadapan para pemimpin G20, Jokowi menegaskan bahwa percepatan transisi ekonomi rendah karbon merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi peningkatan suhu bumi yang diperkirakan akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan.
“Bumi kita sedang sakit, bulan Juli lalu suhu dunia mencapai titik tertinggi dan diprediksi akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan, hal ini akan sulit untuk ditahan, kecuali dunia memblokirnya secara masif dan radikal,” ujarnya.
Hingga saat ini, menurut Jokowi, implementasi penurunan emisi masih sangat terbatas.
Negara-negara berkembang, kata Jokowi, membutuhkan bantuan di bidang teknologi dan investasi hijau untuk mempercepat penurunan emisi dunia.
“Kita ini negara berkembang, kita memang ingin mempercepat penurunan emisi, tapi kita perlu dukungan transfer teknologi dan investasi hijau,” kata Presiden.
Selain itu, kata Jokowi, pendanaan untuk mempercepat penurunan emisi juga dinilai penting. Kolaborasi antara pemerintah dan swasta harus terus dilanjutkan karena dinilai dapat menjadi perubahan besar dalam penurunan emisi.
“Tahun lalu di Bali, Indonesia menggagas ‘G20 Bali Global Blended Finance Alliance’, skema ‘Just Energy Transition Partnership’ (JETP) ini harus diperluas dan diperbesar,” kata Jokowi.
Untuk itu, Presiden menyatakan diperlukan standar global, seperti dalam pengelompokan kegiatan ekonomi dan bisnis, untuk mencegah praktik “greenwashing”.
“Dibutuhkan standar global, seperti taksonomi untuk mencegah praktik ‘greenwashing’ dan reformasi Bank Pembangunan Multilateral (MDB) harus mencerminkan keterwakilan negara-negara anggotanya,” kata Presiden.
Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Reporter: Indra Arief Pribadi
Redaktur: Agus Setiawan
HAK CIPTA © ANTARA 2023