Tokyo (ANTARA) – Isu terkait perempuan yang tersebar luas di Indonesia dibahas dalam seminar bertajuk “Feminisme Islam di Indonesia: Teori dan Praktik” di Sekolah Pascasarjana Studi Asia-Pasifik, Universitas Waseda, Tokyo, Jepang, Kamis.Diskusi menghadirkan dua pemateri asal Indonesia yaitu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Dr. Nur Rofiah dan Direktur Program Rumah Buku Nur Hayati Aida.
Nur Rofiah menekankan upaya membangun perspektif keadilan perempuan yang sejati dimana perempuan dipandang sebagai subjek seutuhnya dan manusia seutuhnya sesuai dengan ajaran Islam.
“Cara mengobatinya menurut sudut pandang itu. “Kebijaksanaan sosial harus direfleksikan kembali apakah benar berpihak pada perempuan atau tidak, apakah ada kesenjangan gender atau tidak,” ujarnya.
Ia mengkaji segala hal, mulai dari hakikat perempuan, fatwa pemotongan dan mutilasi alat kelamin perempuan (P2GP), hingga poligami.
Menurutnya, seringkali perempuan tidak diperlakukan dengan baik hanya karena dirinya perempuan, misalnya saat sedang menstruasi dan lain sebagainya.
“Karena laki-laki tidak merasakannya, laki-laki tidak peka terhadap hal ini. Padahal, perempuan yang mengalaminya belum tentu sensitif dan terkonstruksi untuk berpikir seperti laki-laki, kata Nur Rofiah.
Ia mengibaratkan kesulitan tersebut seperti seorang non-disabilitas yang membayangkan tantangan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas. Ia menambahkan, ketidakadilan terhadap perempuan masih terjadi dimana-mana.
“Perspektif perempuan mempengaruhi sistem pengetahuan. Jika Jepang didominasi oleh laki-laki, berarti sistem pengetahuannya didominasi oleh laki-laki. “Maka bisa saja terjadi pengabaian terhadap urusan perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Program Rumah Buku Nur Hayati Aida membahas permasalahan pernikahan anak yang masih banyak ditemui di berbagai daerah di Indonesia.
“Ini bukan hanya satu faktor dan perekonomian bukan lagi satu-satunya faktor yang mempengaruhi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti fenomena kawin kontrak atau nikah mut’ah yang tidak sesuai dengan mazhab yang dianut umat Islam Indonesia pada umumnya.
Dalam kesempatan yang sama, Profesor Iguchi Yufu dari Ritsumeikan Asia Pacific University mengaku baru pertama kali mempelajari feminisme dalam Islam, khususnya di Indonesia.
“Saya suka bagaimana kaitannya dengan penafsiran Al-Quran tentang perempuan, tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara lain,” kata Iguchi.
Ia berharap kedepannya akan semakin banyak perempuan yang terlibat dalam pengambilan kebijakan dan saat ini gerakan tersebut sudah ada.
Baca juga: Keterlibatan Perempuan Sebagai Pakar Politik di Pesta Demokrat
Baca juga: Komnas: Perjalanan politik perempuan Indonesia masih panjang
Baca juga: Aktivis Perempuan: Kekerasan berbasis gender meningkat selama pandemi
Wartawan : Juwita Trisna Rahayu
Redaksi : M Razi Rahman
Hak Cipta © ANTARA 2024