Dalam konteks pemahaman dan penerapan hukum Islam, konsep Istishab memegang peranan penting dalam menyikapi permasalahan sosial dan menjaga keadilan hukum. Berbagai contoh penerapannya seperti dalam kasus talak dengan keraguan jumlah talaknya, hukum tayammum ketika menemukan air saat shalat, asas praduga tak bersalah dalam hukum pidana, kasus wanprestasi dalam hukum perdata, dan hukum perkawinan, menunjukkan bagaimana Istishab digunakan untuk menjaga kemaslahatan, menghindari keragu-raguan. , dan menjamin keadilan hukum berdasarkan asas “hukum asli berlaku sampai ada bukti yang mengubahnya.”
Berikut penjelasan lengkap penerapan istishab dalam pembentukan hukum:
1. Perkara Talak (Perceraian) Yang Meragukan Besaran Talaknya
Dalam hal suami menceraikan isterinya dan ragu apakah yang dikenakan talak satu atau talak tiga, maka istishab digunakan untuk menjaga kesejahteraan suami istri. Mayoritas ulama cenderung menerapkan istishab dalam hal ini dengan mempertahankan status talak satu karena lebih menguntungkan bagi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa istishab digunakan untuk meminimalisir keraguan dan menjaga keutuhan pernikahan.
2. Hukum Tayammum ketika menemukan air saat shalat
Apabila seseorang terkena air saat shalat, istishab digunakan untuk menjaga keabsahan shalatnya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, tayamum dan shalat dianggap sah, dan hukum ini berlaku sampai shalat selesai. Hal ini menghindari keragu-raguan dan menjamin kelancaran pelaksanaan ibadah.
3. Asas Praduga Tak Bersalah dalam Hukum Pidana
Asas praduga tak bersalah merupakan konsep penting dalam hukum pidana, yang menjamin bahwa seseorang tidak dianggap bersalah sampai ada bukti yang mendukung. Istishab berperan dalam menjaga prinsip ini, dengan prinsip bahwa seseorang bebas dari hukuman sampai dibuktikan secara formil dan materiil di pengadilan. Hal ini melindungi hak-hak individu dan mencegah hukuman yang salah.
4. Perkara Cidera Janji dalam Hukum Perdata
Istishab digunakan dalam hukum perdata, terutama dalam kasus wanprestasi. Asasnya, seseorang dianggap bebas dari tuntutan pertanggungjawaban perdata, dan penggugat mempunyai beban pembuktian. Hal ini mengacu pada prinsip bahwa setiap orang bebas dari tanggung jawab sampai ada bukti yang mendukung klaimnya.
5. Hukum Perkawinan
Istishab berperan dalam urusan pernikahan. Sebelum ada alat bukti sah seperti Akta Nikah, individu dianggap merdeka dan tidak terikat hukum perkawinan. Hal ini mencerminkan konsep “Istishab al-Barâ’ah al-Ashliyyah.” Pencatatan perkawinan diperlukan untuk menjaga kepastian hukum dan menghindari permasalahan dalam kasus perkawinan tidak dicatatkan.
Dalam semua contoh tersebut, istishab digunakan untuk membela hukum yang menguntungkan individu atau kelompok dan untuk menjaga kepastian hukum. Prinsip istishab menitikberatkan pada meminimalkan keraguan dan mempertahankan hukum asli hingga ada bukti yang memerlukan perubahan. Hal ini mencerminkan pentingnya kemaslahatan dan keadilan dalam memahami hukum Islam.