Jakarta (ANTARA) – Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan eskalasi kekerasan di Jalur Gaza merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga PBB harus mendesak gencatan senjata antara Israel dan Hamas.Berbicara dalam pertemuan darurat Majelis Umum PBB membahas tindakan ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina yang digelar di New York pada Kamis (26/10), Retno meminta kekerasan di Gaza segera dihentikan, warga sipil dilindungi. , dan bantuan kemanusiaan akan segera diberikan.
“Saya berdiri di sini tidak hanya sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia, tetapi juga sebagai seorang perempuan, ibu dan nenek. Saya meminta Anda untuk menghentikan pembunuhan, melindungi warga sipil dan memberikan akses terhadap bantuan kemanusiaan. Gunakan hati Anda untuk keadilan dan kemanusiaan,” tegasnya. Retno dalam keterangan tertulisnya.
Retno menyoroti banyaknya pertemuan yang dilakukan PBB untuk membahas masalah Palestina, namun tidak pernah berhasil karena kepentingan politik yang sempit.
Retno mengatakan dunia enggan melihat bencana di Gaza, padahal hingga saat ini serangan dan pembantaian di Gaza masih terus terjadi.
Retno sangat menyayangkan Dewan Keamanan PBB yang tidak mampu mengambil langkah-langkah yang diperlukan, merujuk pada sejumlah rancangan resolusi konflik Israel-Palestina yang gagal disepakati karena diveto oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Untuk itu, kata Retno, Majelis Umum PBB harus mampu menjalankan peran yang gagal dijalankan oleh Dewan Keamanan PBB.
Baca juga: Indonesia mendesak Majelis Umum PBB menyelidiki serangan Israel di Gaza
Majelis Umum PBB harus membuktikan bahwa populasi PBB menjunjung tinggi martabat dan kehidupan manusia.
Kehadiran saya di sini untuk membela kemanusiaan. Indonesia mengutuk keras kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina, termasuk penyerangan terhadap rumah sakit dan tempat ibadah di Gaza, ujarnya.
Pembunuhan tanpa pandang bulu, penculikan, dan hukuman kolektif terhadap warga sipil harus dikutuk karena tidak manusiawi dan melanggar hukum internasional, kata Retno.
Pada Rabu (24/10), Rusia dan Tiongkok memveto rancangan resolusi yang diajukan AS agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan terhadap konflik Israel-Hamas dengan menyerukan jeda dalam memperjuangkan bantuan kemanusiaan, perlindungan warga sipil, dan perdamaian. mengakhiri mempersenjatai Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya.
AS mengajukan rancangan resolusi pada Sabtu lalu setelah dunia semakin marah atas memburuknya krisis kemanusiaan dan meningkatnya korban sipil di Gaza.
AS mengambil langkah tersebut beberapa hari setelah memveto rancangan yang diusulkan oleh Brazil yang berfokus pada bantuan kemanusiaan, dengan mengatakan bahwa upaya diplomatik yang dipimpin AS memerlukan lebih banyak waktu.
Teks awal rancangan AS mengejutkan banyak diplomat karena secara blak-blakan menyatakan bahwa Israel mempunyai hak untuk membela diri dan menuntut Iran berhenti memasok senjata kepada kelompok perlawanan Palestina, dan tidak memuat seruan jeda kemanusiaan untuk akses bantuan.
Baca juga: Sekeluarga Tewas, Jurnalis Al Jazeera Terus Beritakan Serangan Israel
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh AS mengajukan rancangan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan untuk mengizinkan serangan darat Israel ke Gaza, “sambil menyebabkan ribuan anak-anak Palestina mati.”
Setelah dua veto tersebut, Dewan Keamanan kemudian melakukan pemungutan suara terhadap resolusi rancangan Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan pencabutan perintah Israel bagi warga sipil di Gaza untuk pindah ke selatan sebelum melakukan serangan darat.
Rusia gagal mendapatkan jumlah dukungan minimum yang dibutuhkan dengan hanya memperoleh empat suara.
Agar sebuah resolusi dapat disahkan, diperlukan setidaknya sembilan suara, dan tidak diveto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, dan Tiongkok.
Setelah Dewan Keamanan menemui jalan buntu, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang akan melakukan pemungutan suara pada Jumat depan mengenai rancangan resolusi gencatan senjata yang diajukan negara-negara Arab.
Tidak ada negara yang mempunyai hak veto di Majelis Umum PBB. Resolusi Majelis Umum tidak bersifat mengikat, namun mempunyai bobot politik.
Baca juga: Erdogan Sebut Serangan Israel ke Gaza Berubah Menjadi Pembantaian
Wartawan: Yashinta Difa Pramudyani
Redaktur: Jafar M Sidik
HAK CIPTA © ANTARA 2023