NEWS

HUT Ke-86 ANTARA, Panglima harap ANTARA terus jaga akuntabilitas

HUT Ke-86 ANTARA, Panglima harap ANTARA terus jaga akuntabilitas

Jakarta (ANTARA) – Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto berharap Perum LKBN ANTARA yang merupakan satu-satunya kantor berita milik negara dapat terus menjaga akuntabilitas khususnya dalam menjalankan kerja jurnalistiknya.Harapan tersebut disampaikan Agus kepada ANTARA yang hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-86 setelah didirikan oleh empat pejuang kemerdekaan Indonesia, yakni Albert Manummpak Sipahoetar, Soemanang, Adam Malik, dan Pandoe Kartawigoena pada 13 Desember 1937.

“Saya Jenderal TNI Agus Subiyanto mengucapkan selamat ulang tahun ke 86 kepada ANTARA. Semoga sukses selalu dan memberikan berita yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan dan tentunya waktu sebenarnya. ANTARA (Kantor Berita) sukses lagi, kata Agus Subiyanto dalam rekaman HUT ANTARA ke-86 yang ditayangkan di Jakarta, Rabu.

ANTARA dalam lintasan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia turut andil dalam masa perjuangan kemerdekaan, salah satunya menyiarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh tanah air.

Baca juga: Pidato Presiden Soekarno di HUT ANTARA 1957

Sebelum merdeka, ANTARA juga konsisten mengkritik kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang tidak adil, termasuk saat mengasingkan Sukarno di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. ANTARA saat itu mengutip pidato Mohamad Hoesni Thamrin yang mengkritik pemerintah kolonial atas kebijakan tersebut dan mengancam bahwa bangsa Indonesia akan marah dan menuntut pertanggungjawaban jika terjadi hal buruk yang menimpa Sukarno.

Pada bulan Februari 1938, pemerintah kolonial Hindia Belanda memindahkan Soekarno dari Ende ke Bengkulu. Berita ANTARA terkait dikutip cukup luas dan menjadi rujukan pemberitaan.

Setelah Indonesia merdeka, ANTARA turut serta “bergerilya” di beberapa daerah, khususnya pada masa Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II. ANTARA kembali bermarkas di Jakarta satu bulan setelah Belanda menarik pasukannya dari Yogyakarta pada Juli 1949 dan pemerintah kolonial mengakui kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Presiden pertama RI, Soekarno, mengambil alih ANTARA dan menjadikannya Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA.

Beberapa jurnalis dan petinggi ANTARA yang namanya juga dikenal sebagai pejuang, antara lain adalah empat pendiri yakni Albert Manumpak Sipahoetar, Soemanang Soerjowinoto, Adam Malik, dan Pandoe Kartawigoena, kemudian Soetomo atau Bung Tomo, Soekarni, Abdoel Wahab Saleh, Loekitaningsih, Amir Sjarifoeddin Harahap. Djohan Sjahroezah, Soegondo Djojopoespito, dan Adinegoro.

ANTARA bertahan sebagai kantor berita nasional di bawah Kementerian Penerangan setidaknya selama beberapa dekade hingga Orde Baru dan awal Reformasi. Pada masa itu, ANTARA kerap dipimpin oleh perwira tinggi TNI sebagai pemimpin umum (PU). Beberapa pimpinan umum ANTARA yang berlatar belakang militer antara lain Kolonel Noor Nasution (periode 1965–1968), Letkol Marah Ali Siregar (1968–1970), Brigjen Harsono Reno Utomo (1970–1976), Letjen TNI Ismail Saleh ( 1976–1979), Mayjen August Marpaung (1979–1983), Marsekal Pertama TNI Tranggono (1983–1985), dan Marsekal Pertama TNI Handjojo Nitimihardjo (1987–1998).

Kemudian dalam perkembangannya, ANTARA saat ini berstatus badan usaha milik negara yang berbentuk perusahaan umum (perum), apalagi setelah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2007.

Baca juga: Ketum PBNU: ANTARA Bawa Semangat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Baca juga: Menkominfo berharap ANTARA bisa konsisten memberitakan informasi akurat

Reporter: Genta Tenri Mawangi
Redaktur: Tasrief Tarmizi
Hak Cipta © ANTARA 2023

Exit mobile version