NEWS

Hasil Sidang MK: Sistem Pemilu yang Perlu Diperhatikan, Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka

Hasil Sidang MK: Sistem Pemilu yang Perlu Diperhatikan, Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka


Dalam karyanya “Le Contract Social”, Jean Jacques Rousseau memaparkan konsep kontrak sosial sebagai bentuk kesepakatan antara penguasa atau pemerintah dengan rakyatnya. Kontrak sosial inilah yang menjadi dasar terbentuknya republik demokratis, dimana pemilihan umum merupakan wujud nyata dari kontrak tersebut. Rousseau menggambarkan bahwa melalui pemilihan umum, rakyat mempunyai kekuasaan untuk memilih wakil-wakil yang akan menjadi wakil dalam menyalurkan aspirasinya, yang pada akhirnya menentukan arah masa depan suatu negara.

Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai proses pemilihan pemimpin, dalam rangka mewujudkan demokrasi diharapkan dapat menjadi representasi suara rakyat yang sesungguhnya. Pemilu merupakan serangkaian kegiatan politik yang bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, yang kemudian diartikulasikan dalam bentuk kebijakan. Dengan kata lain pemilu merupakan instrumen demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara berdasarkan kedaulatan rakyat dan asas permusyawaratan perwakilan sesuai dengan konstitusi.

Sejak tahun 1955 hingga tahun 2021, pemilu telah dilaksanakan sebanyak dua belas kali, meliputi periode pemilu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Perlu diketahui bahwa setelah tahun 1998 reformasi, pemilu telah dilaksanakan sebanyak lima kali yaitu pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pemilu tahun 2019 menjadi catatan sejarah, karena diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pertama kali di Indonesia. sejarah konstitusi. Sistem proporsional terbuka menjadi dasar sistem pemilu yang diterapkan sejak pemilu 1999 dan 2004. Dalam sistem ini, pemilih mempunyai kewenangan untuk memilih calon legislatif langsung dari partai politik peserta pemilu. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk langsung mengidentifikasi kandidat melalui nama atau foto dalam proses pemungutan suara.

Suara pemilih dihitung oleh panitia pemilihan, dan calon yang memperoleh suara terbanyak akan menjadi anggota DPR dan DPRD terpilih. Sistem ini masih digunakan pada Pemilu 2019 dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sistem proporsional didasarkan pada persentase kursi parlemen yang diberikan kepada partai politik peserta pemilu. Dengan kata lain, partai politik memperoleh kursi sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh di seluruh wilayah tanah air. Sistem ini dianggap demokratis karena semua partai terwakili, namun pimpinan partai sangat menentukan siapa yang menduduki kursi parlemen. Namun sistem ini menjamin keterwakilan yang adil dari berbagai pandangan di masyarakat dan menjadikan badan perwakilan sebagai wadah aspirasi seluruh masyarakat.

Exit mobile version