Hajar Aswad merupakan batu yang jatuh dari langit, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Batu tersebut diserahkan Allah kepada Nabi Ibrahim untuk ditempatkan di sudut Ka’bah sebagai tanda dan lokasi dimulainya tawaf. Sudut itu adalah sudut tenggara Ka’bah. Kini, batu itu dinamakan Rukun.
Al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu Ishaq tentang sejarah Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah. Beliau berkata: Ketika bangunan Ka’bah semakin tinggi, Ismail mendekatkan Maqam (tempat berdiri) kepada Ibrahim agar ia dapat berdiri di atasnya untuk membangun Ka’bah.
Ismail memindahkan Maqam ke setiap sudut Ka’bah hingga akhirnya sampai di Rukun Hijir. Kemudian Ibrahim berkata kepada Ismail, “Bawakan aku sebuah batu untuk ditempatkan di sini, agar kelak menjadi tanda dimulainya tawaf bagi umat manusia.”
Ismail akhirnya pergi mencari batu untuk ayahnya. Sebelum Ismail kembali, Jibril sempat mendatangi Ibrahim dengan membawa Hajar Aswad. Kemudian batu itu ditaruh di sudut Ka’bah.
Namun sekitar lima tahun sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul, yakni pada usia 35 tahun, dilakukan pemugaran Ka’bah karena ada beberapa kerusakan. Pemugaran tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara para pemimpin suku Quraisy di kota Mekkah. Terjadi perselisihan yang semakin meningkat antar tokoh masyarakat Quraisy ketika menentukan siapa yang berhak memasang kembali batu tersebut setelah pemugaran.
Nabi Muhammad kemudian menjadi mediator, membentangkan kain dan meletakkan Hajar Aswad di atas kain tersebut. Rasulullah SAW meminta kepada setiap pemimpin suku Quraisy untuk memegang setiap sudut dan sisi kain dan bersama-sama mengangkatnya untuk membawa Hajar Aswad ke tempat semula. Kemudian Rasulullah SAW kemudian mengangkat batu tersebut dan meletakkannya di tempat semula.