Washington (ANTARA) – Gedung Putih pada Jumat (15/3) menyatakan optimisme dan kehati-hatian setelah Hamas mengajukan proposal untuk mengamankan gencatan senjata di Jalur Gaza yang terkepung.Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan usulan tersebut “pastinya masih dalam batas-batas perjanjian yang telah kami kerjakan selama beberapa bulan.”
“Fakta bahwa ada delegasi lain yang menuju ke Doha, fakta bahwa usulan ini sudah beredar dan ada pembicaraan mengenai hal itu. Itu semua bagus,” katanya kepada wartawan.
“Kami optimis dan berhati-hati bahwa segala sesuatunya bergerak ke arah yang lebih baik, namun bukan berarti semuanya sudah berakhir, dan kami akan tetap dalam kondisi ini hingga akhir.”
Hamas telah menyampaikan kepada mediator dari Qatar dan Mesir rencana tiga fase untuk gencatan senjata di Jalur Gaza dan perjanjian pertukaran sandera, kata sumber dekat Palestina kepada Anadolu pada hari Jumat.
Sumber yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, usulan Hamas terdiri dari tiga tahap yang masing-masing berlangsung selama enam minggu.
“Tahap pertama meliputi penarikan pasukan Israel dari berbagai pusat kota, serta dari jalan Rasheed (jalan pesisir) dan Salah al-Din (jalan pusat) untuk memungkinkan kembalinya pengungsi dan pengiriman bantuan,” tambah sumber tersebut.
Sumber tersebut mencatat bahwa tahap kedua mencakup pembebasan sandera wanita, anak-anak dan lansia yang ditahan di Gaza dengan imbalan pembebasan lebih dari 700 warga Palestina dari penjara Israel.
Tahap ketiga akan mencakup pembebasan tentara Israel yang ditangkap di Gaza, dengan gencatan senjata permanen akan diumumkan sebelum pertukaran pasukan dimulai.
Hamas mengusulkan kepada Israel pembebasan 50 tahanan Palestina, 30 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup, sebagai ganti setiap tentara wanita Israel yang saat ini ditawan.
Rencana invasi Rafah
Lebih dari 31 ribu warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza, dan lebih dari 73 ribu lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan dasar.
Israel juga menerapkan blokade yang melumpuhkan wilayah kantong Palestina, menyebabkan penduduknya, terutama penduduk Gaza utara, berada di ambang kelaparan.
Perang Israel telah mengakibatkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah blokade yang telah melumpuhkan sebagian besar makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang keputusan sementara ICJ pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat pagi menyetujui rencana invasi ke kota Rafah di Gaza selatan, tempat sekitar 1,5 juta pengungsi Palestina mencari perlindungan.
Kirby mengatakan AS belum melihat adanya rencana seperti itu, namun akan “menyambut baik kesempatan untuk mempertimbangkan rencana semacam itu.”
Dia menekankan bahwa Washington tidak akan “menyerah pada rencana yang tidak memperhitungkan jutaan pengungsi di Gaza yang membutuhkan tempat berlindung, di mana mereka dapat diselamatkan dari pertempuran.”
“Kami tidak dapat mendukung serangan besar-besaran di Rafah jika tidak mencakup rencana yang kredibel, dapat dicapai, dan dapat dilaksanakan untuk menjaga keselamatan dan keamanan lebih dari satu juta warga Palestina yang mencari perlindungan di Rafah,” katanya.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Kapal Bantuan Kemanusiaan Menjatuhkan Bantuan ke Gaza Utara
Baca juga: Warga Palestina Suarakan Keprihatinan atas Operasi Militer Israel di Rafah
Baca juga: Hamas mengatakan telah menyampaikan visinya untuk gencatan senjata di Gaza kepada mediator
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Redaktur: Atman Ahdiat
Hak Cipta © ANTARA 2024