NEWS

Dokter: Kelenjar getah bening yang besar bisa jadi merupakan gejala kanker nasofaring

Dokter: Kelenjar getah bening besar bisa jadi gejala kanker nasofaring

Jakarta (ANTARA) – Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Ferucha Moulanda, Sp.THTBKL, FICS mengatakan pembesaran kelenjar getah bening bisa menjadi ciri kanker nasofaring“Dari publikasi laporan penelitian, mungkin 80-85 persen pasien justru datang dengan pembesaran kelenjar getah bening,” kata Ferucha dalam dialog kesehatan “Kanker Nasofaring dan Fakta yang Perlu Anda Ketahui!” yang disiarkan RSCM di akun Instagram resminya di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, hal tersebut dikarenakan area nasofaring yang terletak di atas area tenggorokan kaya akan aliran pembuluh getah bening atau kelenjar getah bening.

Selain itu, keluhan lain yang sering ditemukan adalah gangguan pendengaran pada salah satu telinga, seperti terasa tertutup seperti ada air yang masuk. Hal ini, kata dia, karena tumor tersebut mengarah ke saluran eustachius, yaitu jalur yang menghubungkan telinga dengan nasofaring.

“Nah, keluhan apa lagi? Kalau meluas ke depan dan masuk ke rongga hidung atau rongga hidung, itu keluhan hidung tersumbat, misalnya di sebelah atau seperti masuk angin ya,” ujarnya.

Ia menilai gejala tersebut tertukar dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas atau gejala sinusitis.

Feruncha mengatakan gejala lainnya adalah penglihatan ganda yang disebabkan oleh tumor yang mempengaruhi dasar tengkorak, di mana terdapat banyak serabut saraf.

“Mungkin gangguan menelan, suara serak, sesak napas juga bisa terjadi,” imbuhnya.

Baca juga: Dokter Sebut Rokok Bisa Iritasi Nasofaring dan Picu Kanker

Baca juga: China Kembangkan Pengobatan Baru untuk Kanker Nasofaring

Ia menjelaskan, kanker nasofaring merupakan kanker kepala dan leher yang paling banyak terjadi. Di Indonesia, kata dia, kanker nasofaring menduduki peringkat keempat atau kelima setelah kanker payudara, kanker serviks, dan kanker kulit.

“Di dunia mungkin lebih rendah, karena secara geografis mayoritas berdasarkan etnis. Etnisnya beda-beda, bule cukup jarang,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kanker ini tidak hanya menyerang orang lanjut usia, tetapi juga orang dewasa berusia 39 atau 40 tahun, bahkan remaja.

Feruncha mengatakan, hal ini menjadi tantangan bagi dokter anak, karena anak sulit mengungkapkan gejala yang dialaminya.

Dijelaskannya, untuk pengobatan, jika masih tahap satu, bisa menggunakan radiasi. Namun, untuk stadium 2 dan seterusnya, kemoterapi harus digunakan. Terapi ini merupakan terapi utama, ujarnya. Ada pula terapi penunjang, misalnya dengan memperbaiki pendengaran dan kebersihan mulut.

Soal angka harapan hidup, kata Ferucha, dengan asumsi pasien mengikuti terapi dan pengobatan secara disiplin, maka pada tahap satu kemungkinannya 88 hingga 90 persen, kemudian tahap dua 72 hingga 75 persen, tahap tiga 60 hingga 65 persen, dan tahap ketiga 60 hingga 65 persen. tahap keempat sebesar 45 hingga 49 persen.

Menurutnya, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah seseorang terkena kanker nasofaring. Bagi mereka yang bekerja di pabrik, kata dia, perlu menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi diri dari polusi yang dapat mengiritasi nasofaring.

Selain itu, kata dia, makanan sehat, aktivitas fisik, dan pola hidup seimbang juga diperlukan. Ia menilai aktivitas fisik atau olah raga penting dilakukan agar fungsi jantung dan pembuluh darah tetap baik, sehingga jika sel-sel rusak dapat segera diganti dan tidak sampai pada tahap pembentukan sel kanker.

Baca juga: Peneliti China Rekomendasikan Pengobatan Baru untuk Kanker Nasofaring

Baca juga: Cegah Kanker Nasofaring dengan Resep “Kacang Mete” ala Mahasiswa UMM

Baca juga: Konsumsi ikan asin berlebihan bisa memicu kanker nasofaring

Reporter: Mekah Yumna Ning Prisie
Redaktur: Riza Mulyadi
Hak Cipta © ANTARA 2024

Exit mobile version