NEWS

Darurat Sampah Jogja: Melayang Jauh ke Laut, Sampah Rusak Ekosistem

Darurat Sampah Jogja: Melayang Jauh ke Laut, Sampah Rusak Ekosistem


Dengan ditutupnya TPST Piyungan, Tyok harus bersiap menghadapi kemungkinan meluapnya sampah lebih banyak lagi. Pasalnya, perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai tidak kunjung hilang dan diperburuk dengan darurat sampah. Prediksinya, sampah akan meningkat di musim hujan.

“Saat ini kondisi normal, pasokan air dari atas (Sungai Opak) belum terasa. Tapi nanti kalau seminggu hujan, sampahnya datang dari atas,” ujarnya.

Sebelum TPST Piyungan ditutup, kondisi sampah di pesisir selatan Yogyakarta sudah memprihatinkan. Hasil penelitian Bachtiar yang bertajuk “Analisis Geomorfologi dan Hidrooseanografi Terkait Karakteristik Sampah Laut di Pantai Selatan Yogyakarta Indonesia” menyebutkan kepadatan massa sampah plastik di Bantul meningkat sebesar 364 persen dari tahun 2019 hingga 2022.

Asal muasal sampah ini berasal dari perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai kemudian hanyut ke laut. Bentuk sampah tersebut antara lain botol, wadah makanan, busa makanan, kantong plastik, mainan anak, rokok, sandal, karpet, karet gelang, dan sarung tangan.

“Pantauan kami dari tahun ke tahun di Jogja menunjukkan sampah plastik semakin banyak. Tidak hanya di Bantul, tapi juga di Kulon Progo dan Gunungkidul,” imbuhnya.

Meningkatnya jumlah penduduk dan buruknya pengelolaan sampah membuat sungai menjadi ‘saluran’ sampah yang menuju ke laut. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bencana ekologi yang berkepanjangan. Selain mengganggu pertumbuhan mangrove, Bachtiar mengatakan ekosistem laut juga ikut rusak, seperti habitat penyu, terumbu karang, dan ikan.

“Pantai yang penuh sampah akan mengganggu proses pendaratan penyu. Jika telur penyu sudah menetas, tukik kecil bisa mati di dalam sampah sebelum sampai ke laut,” jelasnya.

Sampah juga berdampak pada populasi ikan dan hewan laut lainnya. Sampah yang menutupi laut membuat sinar matahari sulit masuk untuk proses fotosintesis karang dan lamun. Meskipun merupakan ekosistem yang penting, namun berfungsi sebagai feeding ground (tempat mencari makan), feeding ground (proses pembesaran), dan spawning ground (proses pelepasan sel telur) ikan.

Tyok mengalami penurunan jumlah hasil tangkapan ikan. Saat ini cukup sulit bagi para nelayan atau pemancing untuk mendapatkan ikan dengan berat lebih dari 1 kilogram. Jenis ikan tertentu, seperti belut, juga semakin langka.

“Jenis sidatnya hampir 24 jenis, nah kalau mau mancing sehari semalam tidak dapat,” ujarnya.

Bachtiar menambahkan, sampah plastik yang terurai di laut akan membentuk mikroplastik. Jika ikan tertelan lalu ditangkap dan dikonsumsi manusia, maka mikroplastik akan masuk ke dalam tubuh manusia dan berpotensi membahayakan kesehatan.

Exit mobile version