NEWS

BRIN mengkaji metode carbon pricing terkait perdagangan emisi

BRIN kaji metode penentuan harga karbon terkait perdagangan emisi

Profesor peneliti BRIN harus mampu membuat atau merumuskan formula harga yang paling tepat untuk Indonesia

Jakarta (ANTARA) – Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Amarulla Octavian meminta jajarannya mengkaji metode carbon pricing yang tepat dan dapat diterapkan oleh semua negara terkait perdagangan emisi internasional.Agar tidak terjadi ketimpangan harga karbon suatu negara dibandingkan negara lain, kata Amarulla di Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikannya dalam webinar BRIN Prof Talks bertajuk, “Energi Bersih dalam Mendukung Program Rendah Karbon” yang disiarkan secara daring.

Ia berpandangan, mengeluarkan kebijakan harga karbon merupakan salah satu cara yang paling tepat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca selain dengan menguasai teknologi rendah karbon.

Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), kata Amarulla, telah memulai penetapan harga karbon yang berpotensi mencakup seluruh dunia.

“Termasuk perdagangan emisi internasional, implementasi bersama dan mekanisme pembangunan bersih, serta pendekatan baru berdasarkan Pasal 6 Perjanjian Paris,” kata Amarulla.

Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa carbon pricing harus dikaji dengan metode yang tepat agar dapat diadopsi oleh semua negara.

“Guru besar peneliti BRIN harus mampu membuat atau merumuskan formula harga yang paling tepat untuk Indonesia,” kata Amarulla.

Lebih lanjut, beliau juga berpesan kepada para peneliti, khususnya profesor peneliti, untuk mendorong diri mereka dalam meraih prestasi ilmiah dengan menghasilkan berbagai inovasi.

Amarulla mengatakan, pemerintah telah mencanangkan kebijakan berbasis riset. Artinya, lanjutnya, setiap kebijakan pemerintah harus didasarkan pada hasil penelitian yang linier, termasuk penetapan harga karbon yang akan diserahkan pemerintah kepada PBB.

“Harus berdasarkan hasil penelitian ilmiah,” kata Amarulla.

Diketahui, lima arahan Presiden Joko Widodo terkait perdagangan karbon adalah, pertama, potensi karbon harus menciptakan peluang ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kedua, Jokowi meminta perdagangan karbon di Indonesia harus mengacu pada standar karbon internasional. Ketiga, Jokowi menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi untuk transaksi karbon yang efektif dan efisien.

Keempat, perlunya menetapkan target dan jadwal, baik untuk pasar karbon domestik maupun internasional. Sedangkan pada poin kelima yaitu adanya pengaturan dan fasilitas pasar karbon sukarela yang sesuai dengan praktik internasional tanpa mengganggu pencapaian Nationally Ditented Contribution (NDC) Indonesia.

Baca juga: KSP dan OJK menindaklanjuti arahan Jokowi terkait perdagangan karbon
Baca juga: KLHK Sebut Nilai Ekonomi Karbon Dukung Pengendalian Perubahan Iklim

Reporter: Putu Indah Savitri
Redaktur: Sella Panduarsa Gareta
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Exit mobile version