NEWS

BRIN mengatakan wilayah pesisir merupakan wilayah yang paling terkena dampak perubahan iklim

BRIN sebut wilayah pesisir jadi area paling terdampak perubahan iklim

JAKARTA (ANTARA) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut wilayah pesisir paling terdampak akibat perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut, gelombang pasang, gelombang pasang tinggi, erosi, dan kerusakan mangrove.Banjir dan gelombang pasang merupakan dua bencana yang paling sering terjadi di wilayah pesisir akibat perubahan iklim, kata Insinyur Ahli Utama Pusat Penelitian Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) Organisasi Penelitian Biologi dan Lingkungan (ORHL). BRIN Widiatmini Sih Winarti di Jakarta, Rabu.

Selain dampak terhadap aktivitas manusia, kata dia, perikanan dan ekosistem mangrove juga terkena dampak perubahan iklim.

Oleh karena itu, ia menyatakan perlunya hutan bakau yang dapat melindungi pantai dari kenaikan permukaan air laut, arus kuat, dan abrasi.

Namun kondisi hutan mangrove saat ini banyak yang mengalami kerusakan karena faktor manusia, baik yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi melalui konversi menjadi bangunan, lokasi pemukiman, perikanan atau digunakan untuk keperluan sehari-hari menjadi arang.

“Jadi saat ini pemerintah sedang membuat program restorasi dan rehabilitasi hutan mangrove untuk mengurangi dampak tersebut,” ujarnya.

Baca juga: Kenaikan Permukaan Air Laut Ancam Pesisir Jakarta, Semarang, dan Demak

Di sisi lain, kata dia, restorasi dan rehabilitasi hutan mangrove juga berdampak pada perekonomian masyarakat pesisir.

Widiatmini mengatakan, solusi yang didorong BRIN yakni silvofishery atau wamina merupakan kegiatan yang memadukan vegetasi hutan mangrove dan budidaya tambak.

Program wamina bertujuan untuk melestarikan lingkungan untuk menjaga pantai serta memberikan alternatif pendapatan bagi masyarakat yang sejalan dengan ekonomi biru.

“Program Wamina tidak hanya sekedar kegiatan berbasis restorasi dan rehabilitasi mangrove saja, namun juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Ia mengatakan penerapan wamina juga bermanfaat untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui fungsi budidaya vegetasi hutan bakau.

Baca juga: Konsistensi cegah abrasi untuk ciptakan kemandirian ekonomi di Karawang

Sistem wamina merupakan program kolam yang dikelilingi tanaman bakau.

Ia menjelaskan beberapa pola wamina yang memadukan vegetasi hutan dan budidaya kolam. Yang pertama adalah pola parit dimana tanaman bakau berkumpul di tengah kolam dan dikelilingi oleh air kolam.

Kemudian, kata dia, dengan pola strip, tanaman bakau ditanam sejajar membentuk strip di tengah kolam, kemudian pola cluster tanaman bakau di separuh kolam, sedangkan bagian kolam lainnya terbuka, dan pola tanggul mangrove di tepi kolam atau mangrove.

“Penerapan metode silvofishery atau wamina di kawasan mangrove merupakan solusi konversi keanekaragaman hayati dan mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.

Baca juga: Gubernur Jatim Masif Perkuat Ekosistem Mangrove
Baca juga: Gubernur Kalimantan Utara luncurkan proyek percepatan restorasi mangrove
Baca juga: Pemkot Pekalongan lakukan gerakan penanaman mangrove untuk cegah erosi pantai

Wartawan: Erlangga Bregas Prakoso
Redaksi : M.Hari Atmoko
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Exit mobile version