Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta produsen tabir surya yang tidak memenuhi klaimnya untuk melakukan reformulasi atau membuat ulang formulasinya.Deputi Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Reri Indriani, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, menyatakan pihaknya selalu melakukan pengawasan ketat terhadap produk kosmetik bahkan setelah didistribusikan ke masyarakat. pasar.
Reri mengutip informasi resmi di situs BPOM yang menjelaskan bahwa pada periode 2020–2023, sebanyak 16,67 persen produk tidak memenuhi persyaratan data untuk mendukung klaim SPF (Sun Protection Factor, kandungan pelindung sinar matahari yang dapat melindungi kulit) dan Sebanyak 8,33 persen produk masih dalam proses pemenuhan data untuk mendukung klaim SPF.
“Ada yang sama sekali tidak memenuhi ketentuan di tahun 2022. Kita minta rumusnya diperbaiki, kita minta klaimnya disesuaikan. Kita lakukan pengawasan, kita pastikan dulu sesuai prosedur dan ditindaklanjuti. sanksi administratif,” ujarnya.
Reri menyatakan, produk tabir surya tersebut ditemukan 100 persen tidak 100 persen memenuhi ketentuan klaim dan kandungannya dari hasil pemantauan melalui audit Dokumen Informasi Produk (DIP). “Misalnya dia mengklaim SPF 50, ternyata dari segi formula kandungannya dia tidak bisa mendukung klaim tersebut.”
Selanjutnya untuk produk yang sudah beredar, BPOM meminta pelaku usaha menyesuaikan formula sesuai klaim produk, atau jika tidak diformulasi ulang maka dapat mencantumkan hasil akhir sesuai pengujian.
Pengujian untuk mendapatkan gambaran nilai SPF dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode pengujian, yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Uji in vitro dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri ultra violet (UV). Uji ini digunakan sebagai uji pendahuluan (pre-eliminary) untuk menentukan perkiraan nilai SPF tabir surya dan belum dapat dijadikan acuan dalam menentukan nilai SPF.
Sedangkan uji in vivo merupakan metode uji gold standard untuk menentukan nilai SPF suatu kosmetik. Tes ini menggunakan subjek uji manusia, sehingga lebih menggambarkan nilai SPF sebenarnya. Hasil uji in vitro dan in vivo belum tentu menunjukkan nilai yang sama.
Untuk memasukkan klaim dan nilai SPF, BPOM menggunakan data pendukung yang berasal dari hasil pengujian in vivo untuk menentukan nilai SPF yang dapat dimasukkan pada produk kosmetik tabir surya.
BPOM dapat mengenakan sanksi administratif berupa perintah perbaikan klaim yang tercantum pada tanda dan iklan kosmetik, perintah pencabutan dan pemusnahan tanda dan iklan kosmetik, serta penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin edar kosmetik.
Baca juga: BPOM Tindak Tegas Pelaku Usaha Kosmetik Palsu dengan Cara Memiliki Izin
Baca juga: BPOM gandeng para beauty lovers bangun literasi kosmetik yang aman
Baca juga: BPOM tingkatkan kapasitas pemantauan farmakovigilans melalui RMP
Reporter: Devi Nindy Sari Ramadhan
Redaktur: Triono Subagyo
HAK CIPTA © ANTARA 2023