Jakarta (ANTARA) – Plt. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Marianus Mau Kuru mengatakan, pihaknya terus berupaya menurunkan angka kehamilan dan persalinan di kalangan remaja agar tidak melahirkan anak stunting.
“Bagi seorang perempuan, dari segi kesehatan, panggulnya belum siap, organ reproduksinya belum siap, ada kemungkinan melahirkan anak stunting,” kata Marianus dalam diskusi edukasi pentingnya ASI. di Jakarta, Rabu.
Marianus mengatakan, data BKKBN menunjukkan sekitar 19-20 persen remaja usia 15-19 tahun menikah dini, sehingga 10 juta remaja juga turut menyumbang angka kelahiran stunting karena belum stabilnya organ reproduksi dan kesiapan tubuh.
Risiko lain dari melahirkan di usia remaja adalah meningkatkan angka kematian ibu dan kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi jika kebutuhan ekonomi tidak terpenuhi.
“Kekerasan bisa terjadi karena perekonomian tidak terpenuhi, atau masa depan anak tidak terurus, tidak bisa bersekolah, bahkan bunuh diri karena stres,” ujarnya.
BKKBN terus mengkampanyekan bahwa memulai sebuah keluarga harus direncanakan secara matang sehingga terbentuklah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Kampanye tersebut dilakukan dengan memberikan edukasi kepada sekolah dan kampus, tidak hanya kepada remaja yang berada dalam kondisi sehat namun juga menyasar remaja penyandang disabilitas.
BKKBN juga menekankan risiko anak terlahir stunting di beberapa provinsi dengan pendampingan bidan atau kader KB untuk memberikan penyuluhan dan edukasi pencegahan stunting pada remaja, calon pengantin hingga ibu hamil dan nifas.
“Jadi setiap perkawinan sudah dipersiapkan dengan baik baik dari segi ekonomi, kesehatan, dan lainnya agar tidak menjadi beban negara, lahirnya anak stunting dan perceraian, maka ada upaya penanganannya, yang bisa kita lakukan upaya preventif atau preventif. “ucap Marianus.
Wartawan : Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024