Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengimbau masyarakat tidak menimbulkan konflik menjelang hari pemungutan suara calon presiden-wakil presiden dan anggota legislatif pada 14 Februari 2024.Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja meminta semua pihak menjaga iklim politik yang kondusif agar kegiatan-kegiatan yang bersifat disruptif dapat dihindari.
“Sebaiknya hindari hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dan sebagainya, karena sekarang kita sudah mendekati pemungutan suara. “Jangan sampai masa pemungutan suara ini terganggu karena hal ini,” kata Bagja menjawab pertanyaan wartawan seputar film dokumenter “Dirty Vote” saat jumpa pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Minggu.
Terkait kritik yang ditujukan kepada Bawaslu dalam film tersebut, Bagja mempersilakan masukan ditujukan kepada lembaga yang dipimpinnya saat ini.
“Teman-teman kalau mengkritik Bawaslu silakan saja, bagi Bawaslu tidak ada masalah selama kita menjalankan tugas dan fungsi sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Menurut Bagja, Bawaslu RI dan Pengawas Pilkada sejauh ini menjalankan tugasnya dengan baik. Karena itu, penilaian kinerja Bawaslu diserahkan sepenuhnya kepada publik.
“Alhamdulillah, mohon kritik kami. Proses sedang berjalan, kami tidak ingin proses tersebut dianggap salah. Namun saat ini Bawaslu sudah menjalankan fungsinya dengan baik, tapi juga tergantung masyarakat, pandangan masyarakat sangat diharapkan. Kita tidak bisa-drive (mengendalikan, red.) perspektif masyarakat,” kata Bagja.
Ia juga menghormati kebebasan berpendapat yang merupakan hak setiap warga negara. “Apa yang disampaikan teman-teman, hak dilindungi konstitusi, begitu pula hak dan kewajiban Bawaslu dijamin, diatur dengan undang-undang,” kata Ketua Bawaslu RI.
Film dokumenter “Dirty Vote” dirilis pada Minggu sore oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia.
Ketiga ahli tersebut bergantian menjelaskan serangkaian peristiwa yang diduga merupakan bagian dari kecurangan pemilu. Pada beberapa bagian, beberapa ahli juga mengkritik Bawaslu yang tidak tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran pemilu. Akibatnya, menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terulang kembali.
Dalam waktu kurang lebih 8 jam setelah ditayangkan di YouTube, film tersebut kini telah ditonton lebih dari satu juta orang dan disukai lebih dari 117.000 pengguna YouTube.
Baca juga: Bawaslu Sebut Tujuh Indikator Kerawanan Paling Sering Terjadi di TPS
Baca juga: Bawaslu Soal Film Suara Kotor: Mohon Kritiknya, Kami Kerja Sesuai Hukum
Baca juga: Bawaslu Sebut Surat Suara Tak Sampai ke WNI di Malaysia
Reporter: Genta Tenri Mawangi
Editor: Guido Merung
Hak Cipta © ANTARA 2024