Kecanduan cinta atau kecanduan cinta bisa menjadi bentuk obsesi tidak sehat yang melibatkan minat berlebihan pada hubungan romantis. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perasaan cinta yang belum matang, yang sering disebut sebagai cinta buta, tetapi juga dapat menimbulkan perilaku yang tidak terkendali dan menimbulkan akibat negatif yang serius.
Dalam keadaan kecanduan cinta, individu mungkin terjebak dalam perasaan obsesif terhadap pasangannya. Hal ini bisa berdampak pada aktivitas sehari-hari, seperti terhambatnya pekerjaan atau tugas kuliah. Selain itu, kelainan ini dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam bersosialisasi dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan perbedaan antara kecanduan cinta dan cinta biasa.
Penelitian menunjukkan bahwa kecanduan cinta dapat terjadi pada sekitar 3-10% orang, dengan tingkat kecanduan yang lebih tinggi terdapat pada kelompok tertentu, terutama mahasiswa, mencapai 25%. Gangguan ini masuk dalam kategori gangguan perilaku karena dapat mengganggu fungsi sehari-hari dan aktivitas sosial individu yang terkena.
Dua ciri utama kecanduan cinta melibatkan perilaku impulsif dan pencarian perhatian berlebihan terhadap pasangan. Orang yang menderita kecanduan cinta mungkin melakukan tindakan ekstrem dan dramatis untuk mendapatkan perhatian pasangannya, termasuk ancaman bunuh diri atau melukai diri sendiri. Hal ini tidak hanya memengaruhi hubungannya dengan pasangannya, tetapi juga hubungannya dengan teman, saudara, dan keluarga.
Penting untuk memahami perbedaan antara kecanduan cinta, gangguan kepribadian dependen, dan kecanduan seks. Meskipun beberapa gejala mungkin serupa, kecanduan cinta berfokus pada ketergantungan pada pasangan dalam konteks romantis, sedangkan gangguan kepribadian dependen melibatkan ketergantungan pada orang lain dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan kecanduan seks lebih berkaitan dengan perilaku mencari pasangan untuk memenuhi kebutuhan seksual berlebihan.