Penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting dilatarbelakangi oleh penggulingan kekuasaan pemerintahan yang terjadi di Kamboja. Peristiwa ini terjadi saat perang antara Kamboja dan Vietnam masih berlangsung. Konflik ini mendorong Indonesia untuk berpartisipasi dalam proses penyelesaiannya.
Perang besar yang terjadi antara Kamboja dan Vietnam selama bertahun-tahun menimbulkan banyak korban jiwa. Konflik antara Kamboja dan Vietnam dipicu oleh pergolakan dan ketegangan politik dalam negeri yang besar.
Perang antara Republik Sosialis Vietnam dan Pemerintahan Demokrat Kamboja telah berlangsung sejak tahun 1975. Puncak serangan Vietnam terhadap Pemerintahan Demokrat Kamboja terjadi pada tanggal 25 Desember 1978 yang berhasil menggulingkan pemerintahan Pol Pot.
Bermula ketika terjadi pergantian pemerintahan dari Lon Nol ke rezim Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot. Pemerintahan Pol Pot mempunyai program untuk menjadikan Kamboja sebagai negara agraris. Namun program tersebut tidak berhasil, menyebabkan kelaparan dan wabah penyakit serta pembunuhan massal oleh rezim Khmer Merah.
Hal ini mengakibatkan terjadinya pembantaian besar-besaran terhadap penduduk keturunan Vietnam di Kamboja yang akhirnya menyebabkan Vietnam menyerang Kamboja dengan tujuan menghentikan pembantaian tersebut. Vietnam mengirimkan 150.000 tentara untuk menyerang Kamboja dan berhasil menggulingkan pemerintahan Khmer Merah. Kemudian diangkatlah pemimpin Kamboja di bawah kekuasaan Vietnam yaitu Heng Samrin. Sejak saat itu, terjadi perang saudara antara kelompok bersenjata di Kamboja dengan pemerintah yang didukung pasukan Vietnam.
Perang antara Kamboja dan Vietnam mengancam keamanan politik di kawasan Asia Tenggara. Konflik berkepanjangan di Kamboja membuat negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN mendukung dan mempercayai Indonesia sebagai mediator dalam menyelesaikan proses perdamaian di Kamboja.
Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri yaitu Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja terus mengupayakan kemungkinan terjadinya proses perdamaian di Kamboja. Akhirnya pada tahun 1988, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Menteri Luar Negeri Ali Alatas berhasil mengadakan pertemuan antara pihak-pihak yang berkonflik di Kamboja. Dikenal dengan nama Jakarta Informal Meeting atau JIM.
Pertemuan Informal Jakarta sendiri dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 5-28 Juli 1988 di Bogor dan pada tanggal 19-21 Februari 1989 di Jakarta. Pada pertemuan pertama, Jakarta Informal Meeting bertujuan untuk melakukan mediasi antara kubu yang bertikai di Kamboja. Sedangkan pada pertemuan kedua, Jakarta Informal Meeting dihadiri oleh 6 Menlu ASEAN, Menlu Vietnam, dan kelompok konflik di Kamboja.