Unsur-unsur dalam sistem pemilu seperti yang dijelaskan Aditya Perdana dkk. dalam bukunya “Tata Kelola Pemilu di Indonesia” (2019, p. 66), mempunyai peranan penting dalam mengatur dan membentuk jalannya proses pemilu. Berikut penjelasan lebih rinci dari masing-masing unsur tersebut:
1. Luas Daerah Pemilihan:
Besaran daerah pemilihan, atau daerah pemilihan, adalah sebuah konsep yang melibatkan pembagian daerah pemilihan dalam suatu daerah. Terdapat tiga jenis daerah pemilihan yaitu daerah kecil, menengah, dan menengah. Penetapan ruang lingkup dan luas daerah pemilihan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan berkonsultasi dengan DPR. Dapil ini mempunyai dua poin utama, yakni keterwakilan dan proporsionalitas. Pada daerah yang mempunyai banyak kursi, tingkat keterwakilannya meningkat, sedangkan daerah pemilihan yang memiliki sedikit kursi memiliki tingkat keterwakilan yang lebih rendah.
Contoh: Provinsi yang mempunyai kursi banyak dapat memiliki daerah pemilihan yang mencakup wilayah kabupaten/kota, sedangkan provinsi yang memiliki kursi lebih sedikit dapat memiliki daerah pemilihan yang mencakup beberapa kabupaten/kota.
2. Nominasi:
Unsur nominasi mencakup proses pemilihan individu sebagai calon. Ada dua cara dalam sistem proporsional seimbang, yaitu tertutup dan terbuka. Dalam sistem tertutup, partai menentukan calon berdasarkan peringkat internal, sedangkan sistem terbuka memungkinkan pemilih memilih calon secara langsung.
Contoh: Dalam pemilihan umum, partai A dengan sistem tertutup menentukan calon berdasarkan struktur internal partai. Partai B dengan sistem terbuka memungkinkan pemilih memilih calon secara langsung dalam pemilihan umum.
3. Pemungutan suara:
Elemen ini berkaitan dengan cara pemilih memilih kandidat, termasuk metode seperti pemungutan suara, pemungutan suara, dan pemeringkatan. Pemungutan suara bisa dilakukan satu atau dua kali, tergantung tingkat literasi pemilih.
Contoh: Dalam pemilihan umum, pemilih dapat memilih dengan menuliskan nama calon atau dengan mencentang kotak di dekat lambang partai.
4. Penetapan Calon Terpilih :
Dalam sistem representasi berimbang terdapat dua cara yaitu sistem pembagian bilangan dan sistem kuota. Sistem bilangan pembagi menggunakan pembagian tetap untuk menghitung suara, sedangkan sistem kuota menggunakan rumus bilangan pembagi pemilih.
Contoh: Dalam sistem bilangan pembagi, jika ada empat kursi yang akan dibagi, maka partai dengan peringkat teratas akan mendapat kursi pertama, dan seterusnya. Dalam sistem kuota, pembagian kursi didasarkan pada rumus yang melibatkan jumlah pemilih di suatu lokasi.
5. Ambang Batas:
Unsur ambang batas tersebut terbagi menjadi ambang batas parlemen, ambang batas pemilu, dan ambang batas pencalonan presiden. Ambang batas parlemen mengacu pada persentase minimum yang diperlukan peserta pemilu untuk menjadi anggota parlemen. Ambang batas pemilu merupakan persentase minimal sebagai syarat seseorang dapat didaftarkan pada pemilu berikutnya. Ambang batas pencalonan presiden mengacu pada jumlah minimum kursi dan suara yang harus diperoleh suatu partai politik untuk dapat mencalonkan presiden atau wakil presiden.
Contoh: Ambang batas parlemen sebesar 5% berarti sebuah partai politik harus memperoleh setidaknya 5% suara nasional untuk mendapatkan kursi di parlemen. Ambang batas pemilu 3% berarti seseorang harus memperoleh minimal 3% suara dalam suatu pemilu agar dapat didaftarkan pada pemilu berikutnya. Ambang batas pencalonan presiden dapat menetapkan bahwa suatu partai harus memperoleh setidaknya 10% suara dan 20 kursi di parlemen untuk mencalonkan presiden atau wakil presiden.